Lereng Kelud
Setiap Langkah, Nafas Berhembus, Mata Berkedip, Denyut Nadi Adalah Satu Kesatuan Kehidupan Yang Selalu Bermakna
Kamis, 13 September 2012
Souvenir Gitar
Hampir setiap orang mengenal yang namanya gitar. Gitar adalah sebuah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik, umumya menggunakan jari maupun plektrum. Gitar terbentuk atas sebuah bagian tubuh pokok dengan bagian leher yang padat sebagai tempat senar yang umumnya berjumlah enam didempetkan. Gitar secara tradisional dibentuk dari berbagai jenis kayu dengan senar terbuat dari nilon mapun baja. Secara umum gitar terbag atas 2 jenis yaitu akustik dan elektrik.
Jumat, 07 September 2012
PASUKAN TANAM
Sulitnya petani untuk mencari orang untuk menanam, saat sekarang sudah sangat terasa sekali. Kesulitan itu sudah dirasakan petani di pelosok - pelosok desa, walaupun masih banyak orang yang memungkinkan untuk membantunya. Selain sulit untuk mencari tenaga kerja tanam, petai secara otomatis akan dihadapkan oleh mahalnya ongkos (biaya) tenaga kerja tanam. Sebenarnya tidak hanya sulit mencari tenaga kerja untuk tanam saja, tetapi hampir semua proses usahatani mengalami kesulitan mencari tenaga kerja. Mulai pengolahan tanah, pembibitan, tanam hingga panen dan paska panen.
Sabtu, 01 September 2012
Tambah Ilmu Saat Silaturahmi
Teriknya matahari tidak menyurutkanku untuk terus melaju menuju Tulungagung. Tujuan utama traveling saat ini adalah, silaturahmi ke saudara dan kawan - kawan di Tulungagung dan Blitar. Berangkat dari Wates (Kediri), yang berada di lereng gunung Kelud atau bagian tenggara kabupaten Kediri, saya melalui Sambi - Keras terus ke selatan. Jarak Wates - Tulungagung kurang lebih 40 kilo meter.
Jumat, 31 Agustus 2012
BALON "NDESO"
“Ndang
tata-nen genine, ben cepet akeh buleg-e” perintah seseorang untuk menata api.
“Eee… eee… geret-en taline sing kidul, angine banter iki lho!!!” perintah yang
lainnya. “Teruus… terussss….. hooooooeee…!!! Teriak anak – anak kecil kegirangan
yang berada di sekitar. “Diwat – wati yo, ojo nganti balon-e obah keterak
angin, ngko kenek geni!!!” peringatan Pak Gobir kepada penarik tarik samping.
“Heeeehhhh…!!! Mercone ngko ae, adohna kana, ngko nek mbledoos…. Sida braweek…”
bentak Kang Kanthi untuk menjauhkan mercon yang sudah ditata di seutas tali.
Ada
yang menata api dari “blarak / daun kelapa kering)”, sekam yang dibakar, ada
lagi yang memegang lingkaran dari bamboo sebagai mulut balon, ada pula yang
memegang plastic sebagai badan balon yang perlahan mulai mengembang karena
penuh dengan asap serta terkena panas api. Ada 5 (lima) orang yang memegang
tali di beberapa sisi untuk menjaga balon agar tetap berdiri tegak, 4 orang
menyiapkan mercon – mercon sejumlah kurang lebih 400-an buah, dua orang menyiapkan
sumbu “oncor” yang akan dipasang dilingkar mulut balon, serta tak ketinggalan
sorak sorai para penonton yang terdiri anak kecil, remaja sampai orang tua,
baik pria maupun wanita.
Rabu, 29 Agustus 2012
MemBaca... Beli Buku. Untuk Apaa?????
Ketika cangkrukan di warung kopi Brawijaya Kediri, saya bertemu dengan seorang kawan lama yang hampir sepuluh tahun tidak bertemu. Dengan spontan kami langsung menanyakan kabar dan kondisi masing - masing. Sambil "nyruput" kopi dan menikmati "onde - onde" hangat, kami ngobrol "ngalor - ngidul" tentang aktivitas semenjak pertemuan terakhir kami. Sebut saja nama kawanku itu Sony. Kawan - kawan dulu memanggil nama Sony karena dia ngefan banget ama semua barang yang bermerk sony. Mulai alat - alat elektronik, kaset sampai dengan celana dalamnya....
Pembicaraan kami sangat hangat, sehangat kopi susu jahe yang kami minum. Sruputan demi sruputan kopi kami nikmati, onde-onde, "jemblem" (genjos), kue lapis sudah kami sikat habis. Singkat cerita pertemuan dua kawan ini cukup gayeng...
Kamis, 31 Mei 2012
Selamat Ulang Tahun AQIILA
Empat
tahun sudah anakku yang kedua terlahir ke dunia ini. Empat tahun lalu si bayi
mungil dengan berat 3,1 kg hadir dalam keluargaku. Bayi cantik dan sehat itu
kami beri nama Dzaky Aqiila Prameshwari. Dari nama tersebut sudah dapat
tercermin harapan dan doa kami kepadanya. Menjadi orang yang mandiri dan
pimpinan (ratu) yang Cerdas, mengerti, paham dan kokoh karena akalnya.
Begitulah kurang lebih arti dan makna dari nama yang kami berikan.
Kiky,
panggilan sehari – hari kami, sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang cerdas,
periang dan cerewetnya bukan main. Dialah yang dapat membuat suasana gembiran
dan semarak. Akalnya yang selalu aktif, membuatnya terus bergerak kreatif.
Apabila dia tidak ada di rumah, dapat dipastikan rumah kami sepi. Saya akan
sibuk dengan membaca, membuat laporan, Ibuknya yang pendiam dengan telaten
mendampinginya sambil istirahat kerja seharian, eyangnya menikmati aktifitas
kesehariannya dan Mbaknya selalu asyik dengan belajar membaca dan berhitungnya.
Dengan
mobilitas dan kreatifitasnya, dia selalu mampu menembus kesibukan dan aktifitas
orang disekitarnya. Semua orang dalam keluarga pasti dihebohkan dengan aksi –
aksinya juga cerewetnya. Yah begitulah anak – anak… kalau diceritakan hamper
100 persen pujaan. Wajar saja namanya anak….
Sejak
umur tiga tahun, dia sudah ikut – ikutan sekolah Mbaknya. Mbaknya yang 1,5
tahun lebih tua masuk Taman Kanak – kanak, dia nimbrung masuk PAUD. Karena
pembawaannya yang seneng bergaul dengan siapa saja, maka daalm beberapa hari
saja dia sudah hafal nama – nama semua temannya. Berbeda dengan kakaknya yang
pendiam.
Periang,
bersemangat, aktif, disiplin sangat melekat dengan dirinya. Namun demikian emosinya
yang seneng “gemas” atau “gregetan” menambah hebohnya suasana. Jeritan dan
suara keras tidak jarang keluar dari mulutnya yang mungil….
Terkadang
dalam gurauan kami, ketika melihat tingkah laku si Kiky, teringat sewaktu
menjelang kelahirannya. Prosesnya cukup menegangkan. Semalam sebelum
kelahirannya, janin yang di dalam kandungan bergerak sangat aktif. Jejakan kaki
– kakinya sangat kuat seakan pengen lari keluar. Perpindahan posisi dari kiri
ke kanan dan sebaliknya seakan dia pengen cepet – cepet merasakan jajanan
coklat kesukaanya. Betul juga…. Sekitar pukul 23.00 malam, rasa sakit di perut
mulai terasa, juga sering ke belakang untuk buang air kecil. Sesekali sakit
trus reda kembali.
Kami
berfikir, apa mau lahir si janin ini? Padahal dokter memperkirakan sekitar dua
minggu lagi. Sekitar pukul 01.00 perut sudah terasa tidak sakit dan tenang,
tetapi saya tetap waspada dengan berbagai kemungkinan. Kami ingin besok pagi
pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kandungan. Karena kondisi sudah
tenang, saya megambil wudhu dan sholat malam. Kemudian membaca Al Qur’an. Surat
– surat yang akau baca macam – macam, surah Yaasiin, Al Waqiiah, Ar Rahman,
Yusuf dan sebagainya. Saat membaca surat Luqman, tiba – tiba saya dikejutkan
oleh suara… pyoook…… disertai jeritan kecil istiri saya karena terkejut.
Ternyata
air ketuban keluar dengan deras dan membuat basah kasur. Kami semua panic.
Dengan segera saya menghubungi Pak Sunar (alm) tetangga saya untuk mengantar
kami ke dokter dengan mobil bututnya. Dengan kondisi ngantuk dan mobil yang
sedikit rewel karena saking tuanya, kami berangkat ke rumah bersalin yang
jaraknya sekitar 25 kilometer. Hanya sholawat dan doa saja yang dapat
mengurangi rasa sakit istri saya menjelang proses kelahiran. Tepat pukul 04.00,
kami tiba di rumah bersalin dan selanjutnya mendapat penanganan yang menurut
saya cukup memuaskan dan cepat. Dokter Rinto yang menangani pemeriksaan selama
kehamilan segera siaga dan menyiapkan proses operasi cecar. Sekitar pukul 06.00
proses kelahiran via operasi cesar pun selesai dan hadirlah tangisan bayi
mungil kami, Dzaky Aqiila Prameshwari.
Pengalaman
hidup dan kenangan proses kelahiran Kiky empat tahun lalu masih hangat dibenak
kami. Dan sekarang bayi itu sudah tumbuh menjadi seorang anak lincah yang sudah
mengenyam pendidikan anak usia dini.
Selamat
Ulang Tahun, Sugeng Ambal Warsa, Happy Birthday anaku, anak ibunya Kiky, cucu
Eyang – eyangmu….doa kami semua selalu mengiringi dan semoga terkabul. Amiin
Kamis, 26 April 2012
Celoteh Si Pengamen Tentang Empat Penyakit
Ditengah
rasa jenuh dan jengkel akibat macetnya kendaraan jalur Krian – Surabaya, saya
merasa sedikit terhibur dengan adanya seorang pengamen yang lain daripada
pengamen bis lainnya. Dari pakaiannya saja sudah tidak sama dengan lainnya,
juga cara mengamennya. Pengamen itu menggunakan kostum layaknya seorang pandita
dalam cerita ketoprak. Dengan memakai jubah warna hitam, pengamen itu
melengkapi kostum dengan “kuluk” khas pandita, sabuk cinde keemasan dan tidak
lupa terselip sebilah keris dipinggangnya. Berambut panjang putih agak kusam
gimbal seperti anak “pank”.
Hiburan
yang disajikan bukanlah lagu – lagu yang ujung – ujungnya kerap berbau sindiran
dan kadang – kadang mendoakan jelek atau celaka kepada penumpang. Hiburannya
adalah “ndalang” waktu “goro – goro”. Tampaknya para penumpang tertarik dengan
aksi pengamen itu, selain kostumnya tak lazim juga action “ndalangnya” yang
cukup menarik. Seperti kita ketahui, waktu goro – goro dalam cerita wayang
diwarnai dengan hiburan, humor dan tak lupa terselip petuah – petuah. Tokoh
Limbuk dan Cangik yang menjadi sentral ceritanya.
Ada
pesan menarik dari celoteh Si Pengamen itu. Dengan gaya khas seorang dalang,
dia mengatakan bahwa ada empat penyakit manusia yang tidak dapat disembuhkan
oleh seorang dokter. Penyakit itu adalah KURAP, KUDIS, KUTIL, KUMAN. Penyakit
yang dekat dengan penyakit kulit, hanya saja ke-empatnya bukanlah penyakit
kulit biasa yang cukup dengan olesan “kalpanax” bisa hilang.
Minggu, 08 April 2012
Klakson Kesabaran
“thiin… thiiin… thiin…” bunyi klakson
motor, mobil disertai deruman suara motor ketika lampu merah berganti ke hijau
di sebuah traffic light. Suara klakson itu seakan motor atau mobil yang berada
di belakang “nguyak – nguyak” motor / mobil didepannya. Padahal semua tahu
kalau lampu hijau menyala berarti kendaraan boleh jalan untuk melanjutkan
perjalanan.
Potret kecil yang sering kita jumpai itu,
kiranya dapatlah menjadi suatu pertanda apabila “para pengguna jalan dalam
kondisi tidak sabar alias “yak – yakan” atau “grusa – grusu”. Mungkin itu
kesimpulan sepihak dari saya saja, tetapi itu bukan tanpa alasan. Kesabaran dan
ketenangan berkendara merupakan salah satu factor untuk mengurangi resiko
kecelakaan.
Indikasi pengendara saat lampu hijau baru
menyala sudah me”nguyak-nguyak” pengendara didepannya dengan suara klakson,
pertanda si pengendara sedang dikejar waktu. Entah apa yang mereka kejar… apa
hokum “time is money” sedang mereka berlakukan sehingga kehilangan waktu satu
hingga dua menit saja sudah tidak sabar.
Saya menyadari benar, banyak pengendara
yang harus dikejar waktu karena mereka memanfaatkan waktu untuk mendapatkan
sesuatu yang menjadi tujuannya. Misalnya, seorang sales sebuah produk yang
memburu waktu untuk segera menuju dari satu took ke took lainnya sehingga
mereka akan memacu kendaraanya dengan kecepatan tinggi. Nah apabila bertepatan
lewat di traffic light dan lampu yang menyala merah, tidak jarang mereka
menggerutu karena perjalanannya menjadi lebih lambat. Begitu lampu hijau
menyala, tak heran apabila mereka ingin memacu kendaraannya secepat mungkin.
Rabu, 04 April 2012
Salah Ambil
Pagi – pagi sudah dibuat terpingkal –
pingkal oleh cerita salah seorang kawan. Cerita yang menggelikan sekaligus
memilukan. Pagi tadi ketika cangkruk ngopi bersama kawan – kawan karyawan salah
satu lembaga keuangan milik PT. Astra group di warung sebelah timur kantornya,
salah seorang diantara mereka menceritakan istrinya. Dia sendiri ketika
mengawali cerita itu terlebih dulu ketawa terpingkal – pingkal sambil
ngoceh..”kasihan…. kasihannn…”
Cerita itu terjadi kemarin malam
dirumahnya. Waktu itu istrinya merasa dimatanya ada sesuatu yang mengganjal.
“Ehmm mungkin mata ni kotor… aku bersihkan saja ama tetes mata” kata istrinya.
Kemudian istrinya menuju meja rias, dimana biasa menyimpan tetes mata. Sambil
menahan rasa kantuk, si istri mencari tetes mata di rak – rak kecil meja
riasnya. “Naah.. ni dia” kata si istri lega sambil membuka tutup botol kecil
itu dan langsung meneteskan ke matanya.
“Wuaduuuuh… peeriiih….” Jerit si istri
sambil berlari menuju kamar mandi. Kawan saya yang sedang menonton televisi
sontak terkejut dan lari mengikuti istrinya. Tampak si istri mencuci muka
sambil menutup matanya. Mulutnya masih mengerang perih. Kawan saya langsung
menanyakan kejadiannya kepada istrinya, terus membimbingnya ke bibir tempat
tidurnya. Istrinya menjawab sambil menangis.
Selasa, 03 April 2012
Forum Seniman Reog Ponorogo (Respon gerakan independen seniman reog Ponorogo)
Jum’at pagi (30/03/2012), saya mendapat
telepon dari seorang saudara seniman reog dari Jember tetapi asli Ponorogo.
Meskipun dia bekerja dan bertempat tinggal jauh dari kota Reog tetapi
eksistensinya di Ponorogo terkait “pereogan” tidak dapat diragukan lagi. Dia
mengundang saya untuk menghadiri sarasehan kesenian reog yang dilaksanakan di
desa Jabung, kecamatan Jetis, Ponorogo. Sarasehan itu akan mengundang seluruh
grup reog yang ada di Ponorogo dan seluruh instansi yang terkait, seperti
Pemda, DPRD Ponorogo, Dinas pariwisata dan olah raga serta yang lainnya.
Kemungkinan juga akan hadir salah seorang anggota DPRD propinsi Jawa Timur
komisi E yang membidangi kebudayaan.
Selain mengharap kehadiran saya, dia juga
meminta sedikit masukan untuk acara tersebut. Sebelumnya dia menceritakan
proses sampai dihelatnya sarasehan yang akan melibatkan ratusan seniman reog
Ponorogo itu. Saya tahu dan paham tentang rencana acara sarasehan itu, karena
jauh hari sebelum acara itu direncanakan Kawan saya itu sering berdiskusi dengan
saya perihal keprihatinan dan kejengkelan seniman reog yang semakin
terpinggirkan. Mungkin salah satu hasil sarasehan itu adalah usul atau konsep
saya, yaitu tentang “pentas reog sepanjang tahun”.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada seluruh
seniman reog Ponorogo juga Kang Kawan saya, apabila saya tidak dapat hadir dalam
sarasehan itu (01/04/2012) bersama mereka karena masih ada liputan di Kediri.
Namun demikian beberapa konsep dan celoteh saya sejak tahun 1999 yang saya
titipkan kepada kawan saya itu mungkin bisa mewakilinya. Sekali lagi mohon
maaf.
Meskipun saya tidak hadir di Jabung,
tetapi hati dan pikiran saya seperti berada di sana ketika kawan saya
menceritakan via telepon dan SMS kondisi saat sarasehan. Mungkin perasaan
seniman reog waktu sarasehan sama dengan perasaan saya sesame seniman reog.
Rasa haru, puas atas beberapa hal yang mungkin tidak diperoleh selama ini.
Apresiasi ketua DPRD Ponorogo dan beberapa anggotanya, salah seorang komisi E
DPRD propinsi Jawa Timur, serta seluruh seniman reog membuat sarasehan itu
semakin meriah dan berkesan.
Saya pribadi sangat appreciate dengan
diadakanya sarasehan akbar itu, sehingga komunikasi, silaturahmi bahkan
perbedaan pendapat yang sudah lama mereka (seniman) pendam mungkin bisa mencair
hari itu. Memang dugaan awal saya dulu seperti itu, dan akhirnya terbukti.
Sesepuh – sesepuh yang tidak aktif karena sesuatu hal, hadir dan antusias
mengikuti acara itu. Hipotesa saya sejak awal adalah bahwa seniman reog
ponorogo yang merasa terpinggirkan oleh Pemda Ponorogo itu menginginkan untuk
diperhatikan baik kesenian reog maupun senimannya, juga Yayasan Reyog Ponorogo
yang bertanggungjawab atas pembinaan dan perkembangan perlu ada perombakan.
Pada titik puncaknya, terbentuklah Forum
Seniman Reog Ponorogo (FSRP). Forum yang mewadahi seluruh seniman reog dan
menjadi forum komunikasi para seniman reog dalam melestarikan dan mengembangkan
kesenian reog Ponorogo.
Saya menyambut gembira dan lega atas
terbentuknya FSRP. Forum ini paling tidak menjadi tempat atau media komunikasi
para seniman reog. FSRP juga menjadi balancing control bagi Yayasan Reyog
Ponorogo yang selama ini “mandul”. Terkait Yayasan Reog ini masyarakat bahkan
para seniman sendiri tidak tahu apa saja kegiatan yang dilaksanakan, target dan
reportnya bagaimana, punya anggaran atau tidak dan sebagainya. Masyarakat hanya
tahu kalau setiap bulan purnama ada pentas reog di alun – alun dan setiap tahun
diselenggarakan Festival Reog Nasional.
Prediksi saya, dengan munculnya FSRP akan
menambah dinamisnya seniman reog pada umumnya dan kesenian reog akan lebih
berkembang, semarak serta penuh warna. Kreatifitas seniman reog di FSRP, yang
mayoritas berada di luar birokrasi, akan selalu muncul meskipun sangat
sederhana dan terkesan alamiah. Jauh dari polesan dari seniman yang berbasis
sekolah tari. Suasana keakraban, persaudaraan akan terasa sekali diantara grup
reog satu dengan lainnya.
Adanya FSRP ini, perlu adanya kewaspadaan
seniman reog itu sendiri terhadap intervensi atau pendomplengan atau KLAIM dari
partai politik. Meskipun Ketua DPRD sudah mengatakan bahwa kalau sudah
berkumpul bersama antara seniman berarti kita sebagai seniman reog tanpa ada
embel – embel partai. Namun demikian itu bukanlah suatu jaminan, karena masih
di awal perjalanan FSRP. Kita berharap saja semoga para politisi tidak
memanfaatkan FSRP dalam suasana politik praktis dan tetap menjaga independensi
seniman reog.
Langganan:
Postingan (Atom)