“Ndang
tata-nen genine, ben cepet akeh buleg-e” perintah seseorang untuk menata api.
“Eee… eee… geret-en taline sing kidul, angine banter iki lho!!!” perintah yang
lainnya. “Teruus… terussss….. hooooooeee…!!! Teriak anak – anak kecil kegirangan
yang berada di sekitar. “Diwat – wati yo, ojo nganti balon-e obah keterak
angin, ngko kenek geni!!!” peringatan Pak Gobir kepada penarik tarik samping.
“Heeeehhhh…!!! Mercone ngko ae, adohna kana, ngko nek mbledoos…. Sida braweek…”
bentak Kang Kanthi untuk menjauhkan mercon yang sudah ditata di seutas tali.
Ada
yang menata api dari “blarak / daun kelapa kering)”, sekam yang dibakar, ada
lagi yang memegang lingkaran dari bamboo sebagai mulut balon, ada pula yang
memegang plastic sebagai badan balon yang perlahan mulai mengembang karena
penuh dengan asap serta terkena panas api. Ada 5 (lima) orang yang memegang
tali di beberapa sisi untuk menjaga balon agar tetap berdiri tegak, 4 orang
menyiapkan mercon – mercon sejumlah kurang lebih 400-an buah, dua orang menyiapkan
sumbu “oncor” yang akan dipasang dilingkar mulut balon, serta tak ketinggalan
sorak sorai para penonton yang terdiri anak kecil, remaja sampai orang tua,
baik pria maupun wanita.
Tontonan
“ala Ndeso” yang sangat menarik. Itulah gambaran saat sebagian masyarakat
Indonesia di desa Srandil, Ponorogo saat merayakan hari lebaran dengan melepas
balon udara dan disertai dengan pesta petasan. Balon udara yang berbahan
plastic dengan obor dari kain bekas. Suatu tradisi tahunan sejak dahulu, entah
kapan. Setiap hari raya lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, masyarakat
desa Srandil dan sekitarnya selalu menaikkan balon udara yang digantungi
rangkaian petasan yang cukup panjang.
Sorak
sorai kegirangan tampak terlihat dari raut wajah semua yang menyaksikan. Balon
naik dengan pelan, sedikit oleng oleh terpaan angin. Kira – kira pada
ketinggian 40 meter, suara petasan mulai terdengar beruntun. Suara petasan yang
terdengar sangat variatif, ada yang suaranya kecil tapi tidak keras, ada lagi
yang suaranya besar keras dan menggema. Saat ini, petasan yang dipasang di
balon sekitar 600 buah yang di bagi menjadi empat. Ehmm…. Sungguh meriah
suasana lebaran tahun ini. Selain hari lebarannya bersamaan, tidak seperti
tahun – tahun kemarin, panenan musim kemarin cukup lumayan sehingga dalam
membuat balon beserta petasan – petasan sebanyak itu tidak terlalu terasa.
Padahal biaya yang mereka keluarkan tidaklah sedikit, sekitar 750 ribu – 1 jutaan.
Jumlah uang yang sangat berarti dan besar bagi masyarakat pinggiran, lereng
gunung Srandil.
Mereka
melupakan atau bahkan tidak mau peduli dengan segala perdebatan para pejabat,
semua gonjang – ganjing politik, kasus – kasus korupsi, Simulator SIM, krisis
ekonomi dunia dan seterusnya. Yang terpikirkan adalah bagaimana balon udara
“ndeso” itu bisa naik setinggi – tinggi dan sejauh – jauhnya dan petasan bisa
meledak sehingga suasana lebaran bisa sangat meriah. Cukup sederhana dan simple
sekali, tidak serumit para pakar, pejabat dan komentator mencari jalan untuk
rakyatnya sejahtera. Meski balon udaranya sederhana, namun balon udara itu cukup menyatukan dan menyenangkan
masyarakat.
Menurut
hemat saya, yang sejak kecil sampai sekarang masih ikut – ikutan menaikkan
balon, ada beberapa hal yang kiranya patut untuk dicatat. Hanya dengan
menaikkan balon saja, kiranya dapat dipetik hikmah yang bagi saya sangat luar
biasa. Antara lain :
- Rasa Kebersamaan dan Gotong Royong yang masih terjaga. Suasana ini dapat terlihat dari keikhlasan mereka “urunan”, membuat petasan, balon hingga menaikkan balon itu. Kiranya suasana kebersamaan dan gotong royong ini, 10 tahun mendatang menjadi suasana langka.
- Mewujudkan ide sederhana yang dapat menyenangkan banyak orang, dari anak – anak hingga orang tua. Tidak hanya sekedar ide, tetapi sudah berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Ide tidak perlu diumbar, namun perlu adanya langkah untuk mewujudkannya.
- Membuat gembira orang itu sebenarnya tidak susah. Dengan adanya balon udara dan petasan saja, sebagain masyarakat sudah dapat mengumpulkan sejumlah dana dan semangat untuk berbuat sesuatu. Andaikan saja itu diterapkan pada sector ekonomi yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka, tentu masyarakat kita akan lebih sejahtera. Bisa nggak ya….
- Solidaritas dan kekompakan Tim yang menaikkan balon sungguh luar biasa. Dengan peralatan yang sangat sederhana, mereka mampu merencanakan, membagi tugas, mengatur teknis sampai dengan mengontrol agar proses menaikkan balon dan petasan dapat berjalan lancer. Andaikata tim itu berada pada lembaga – lembaga kemasyarakatan, kiranya akan menghasilkan hasil karya yang hebat dalam masyarakat.
Menaikkan
balon “ndeso” dan petasan itu kiranya sebagai gambaran bahwa masyarakat masih
menggeliat dan berusaha untuk maju. Meskipun dalam kesehariaannya hidup pas –
pasan, tetapi ketika suasana lebaran (hari raya) mereka berusaha sekuat tenaga
dan ikhlas untuk merayakan semeriah mungkin. Suatu semangat yang tidak bisa
dipandang sebelah mata, untuk membangkitkan perekonomian masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar