Kamis, 13 September 2012

Souvenir Gitar


Hampir setiap orang mengenal yang namanya gitar. Gitar adalah sebuah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik, umumya menggunakan jari maupun plektrum. Gitar terbentuk atas sebuah bagian tubuh pokok dengan bagian leher yang padat sebagai tempat senar yang umumnya berjumlah enam didempetkan. Gitar secara tradisional dibentuk dari berbagai jenis kayu dengan senar terbuat dari nilon mapun baja. Secara umum gitar terbag atas 2 jenis yaitu akustik dan elektrik.

Jumat, 07 September 2012

PASUKAN TANAM


Sulitnya petani untuk mencari orang untuk menanam, saat sekarang sudah sangat terasa sekali. Kesulitan itu sudah dirasakan petani di pelosok - pelosok desa, walaupun masih banyak orang yang memungkinkan untuk membantunya. Selain sulit untuk mencari tenaga kerja tanam, petai secara otomatis akan dihadapkan oleh mahalnya ongkos (biaya) tenaga kerja tanam. Sebenarnya tidak hanya sulit mencari tenaga kerja untuk tanam  saja, tetapi hampir semua proses usahatani mengalami kesulitan mencari tenaga kerja. Mulai pengolahan tanah, pembibitan, tanam hingga panen dan paska panen.

Sabtu, 01 September 2012

Tambah Ilmu Saat Silaturahmi


Teriknya matahari tidak menyurutkanku untuk terus melaju menuju Tulungagung. Tujuan utama traveling saat ini adalah, silaturahmi ke saudara dan kawan - kawan di Tulungagung dan Blitar. Berangkat dari Wates (Kediri), yang berada di lereng gunung Kelud atau bagian tenggara kabupaten Kediri, saya melalui Sambi - Keras terus ke selatan. Jarak Wates - Tulungagung kurang lebih 40 kilo meter.

Jumat, 31 Agustus 2012

BALON "NDESO"



“Ndang tata-nen genine, ben cepet akeh buleg-e” perintah seseorang untuk menata api. “Eee… eee… geret-en taline sing kidul, angine banter iki lho!!!” perintah yang lainnya. “Teruus… terussss….. hooooooeee…!!! Teriak anak – anak kecil kegirangan yang berada di sekitar. “Diwat – wati yo, ojo nganti balon-e obah keterak angin, ngko kenek geni!!!” peringatan Pak Gobir kepada penarik tarik samping. “Heeeehhhh…!!! Mercone ngko ae, adohna kana, ngko nek mbledoos…. Sida braweek…” bentak Kang Kanthi untuk menjauhkan mercon yang sudah ditata di seutas tali.

Ada yang menata api dari “blarak / daun kelapa kering)”, sekam yang dibakar, ada lagi yang memegang lingkaran dari bamboo sebagai mulut balon, ada pula yang memegang plastic sebagai badan balon yang perlahan mulai mengembang karena penuh dengan asap serta terkena panas api. Ada 5 (lima) orang yang memegang tali di beberapa sisi untuk menjaga balon agar tetap berdiri tegak, 4 orang menyiapkan mercon – mercon sejumlah kurang lebih 400-an buah, dua orang menyiapkan sumbu “oncor” yang akan dipasang dilingkar mulut balon, serta tak ketinggalan sorak sorai para penonton yang terdiri anak kecil, remaja sampai orang tua, baik pria maupun wanita.

Rabu, 29 Agustus 2012

MemBaca... Beli Buku. Untuk Apaa?????



Ketika cangkrukan di warung kopi Brawijaya Kediri, saya bertemu dengan seorang kawan lama yang hampir sepuluh tahun tidak bertemu. Dengan spontan kami langsung menanyakan kabar dan kondisi masing - masing. Sambil "nyruput" kopi dan menikmati "onde - onde" hangat, kami ngobrol "ngalor - ngidul" tentang aktivitas semenjak pertemuan terakhir kami. Sebut saja nama kawanku itu Sony. Kawan - kawan dulu memanggil nama Sony karena dia ngefan banget ama semua barang yang bermerk sony. Mulai alat - alat elektronik, kaset sampai dengan celana dalamnya....

Pembicaraan kami sangat hangat, sehangat kopi susu jahe yang kami minum. Sruputan demi sruputan kopi kami nikmati, onde-onde, "jemblem" (genjos), kue lapis sudah kami sikat habis. Singkat cerita pertemuan dua kawan ini cukup gayeng...

Kamis, 31 Mei 2012

Selamat Ulang Tahun AQIILA



Empat tahun sudah anakku yang kedua terlahir ke dunia ini. Empat tahun lalu si bayi mungil dengan berat 3,1 kg hadir dalam keluargaku. Bayi cantik dan sehat itu kami beri nama Dzaky Aqiila Prameshwari. Dari nama tersebut sudah dapat tercermin harapan dan doa kami kepadanya. Menjadi orang yang mandiri dan pimpinan (ratu) yang Cerdas, mengerti, paham dan kokoh karena akalnya. Begitulah kurang lebih arti dan makna dari nama yang kami berikan.

Kiky, panggilan sehari – hari kami, sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang cerdas, periang dan cerewetnya bukan main. Dialah yang dapat membuat suasana gembiran dan semarak. Akalnya yang selalu aktif, membuatnya terus bergerak kreatif. Apabila dia tidak ada di rumah, dapat dipastikan rumah kami sepi. Saya akan sibuk dengan membaca, membuat laporan, Ibuknya yang pendiam dengan telaten mendampinginya sambil istirahat kerja seharian, eyangnya menikmati aktifitas kesehariannya dan Mbaknya selalu asyik dengan belajar membaca dan berhitungnya.

Dengan mobilitas dan kreatifitasnya, dia selalu mampu menembus kesibukan dan aktifitas orang disekitarnya. Semua orang dalam keluarga pasti dihebohkan dengan aksi – aksinya juga cerewetnya. Yah begitulah anak – anak… kalau diceritakan hamper 100 persen pujaan. Wajar saja namanya anak….

Sejak umur tiga tahun, dia sudah ikut – ikutan sekolah Mbaknya. Mbaknya yang 1,5 tahun lebih tua masuk Taman Kanak – kanak, dia nimbrung masuk PAUD. Karena pembawaannya yang seneng bergaul dengan siapa saja, maka daalm beberapa hari saja dia sudah hafal nama – nama semua temannya. Berbeda dengan kakaknya yang pendiam.

Periang, bersemangat, aktif, disiplin sangat melekat dengan dirinya. Namun demikian emosinya yang seneng “gemas” atau “gregetan” menambah hebohnya suasana. Jeritan dan suara keras tidak jarang keluar dari mulutnya yang mungil….

Terkadang dalam gurauan kami, ketika melihat tingkah laku si Kiky, teringat sewaktu menjelang kelahirannya. Prosesnya cukup menegangkan. Semalam sebelum kelahirannya, janin yang di dalam kandungan bergerak sangat aktif. Jejakan kaki – kakinya sangat kuat seakan pengen lari keluar. Perpindahan posisi dari kiri ke kanan dan sebaliknya seakan dia pengen cepet – cepet merasakan jajanan coklat kesukaanya. Betul juga…. Sekitar pukul 23.00 malam, rasa sakit di perut mulai terasa, juga sering ke belakang untuk buang air kecil. Sesekali sakit trus reda kembali.

Kami berfikir, apa mau lahir si janin ini? Padahal dokter memperkirakan sekitar dua minggu lagi. Sekitar pukul 01.00 perut sudah terasa tidak sakit dan tenang, tetapi saya tetap waspada dengan berbagai kemungkinan. Kami ingin besok pagi pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisi kandungan. Karena kondisi sudah tenang, saya megambil wudhu dan sholat malam. Kemudian membaca Al Qur’an. Surat – surat yang akau baca macam – macam, surah Yaasiin, Al Waqiiah, Ar Rahman, Yusuf dan sebagainya. Saat membaca surat Luqman, tiba – tiba saya dikejutkan oleh suara… pyoook…… disertai jeritan kecil istiri saya karena terkejut.

Ternyata air ketuban keluar dengan deras dan membuat basah kasur. Kami semua panic. Dengan segera saya menghubungi Pak Sunar (alm) tetangga saya untuk mengantar kami ke dokter dengan mobil bututnya. Dengan kondisi ngantuk dan mobil yang sedikit rewel karena saking tuanya, kami berangkat ke rumah bersalin yang jaraknya sekitar 25 kilometer. Hanya sholawat dan doa saja yang dapat mengurangi rasa sakit istri saya menjelang proses kelahiran. Tepat pukul 04.00, kami tiba di rumah bersalin dan selanjutnya mendapat penanganan yang menurut saya cukup memuaskan dan cepat. Dokter Rinto yang menangani pemeriksaan selama kehamilan segera siaga dan menyiapkan proses operasi cecar. Sekitar pukul 06.00 proses kelahiran via operasi cesar pun selesai dan hadirlah tangisan bayi mungil kami, Dzaky Aqiila Prameshwari.

Pengalaman hidup dan kenangan proses kelahiran Kiky empat tahun lalu masih hangat dibenak kami. Dan sekarang bayi itu sudah tumbuh menjadi seorang anak lincah yang sudah mengenyam pendidikan anak usia dini.

Selamat Ulang Tahun, Sugeng Ambal Warsa, Happy Birthday anaku, anak ibunya Kiky, cucu Eyang – eyangmu….doa kami semua selalu mengiringi dan semoga terkabul. Amiin

Kamis, 26 April 2012

Celoteh Si Pengamen Tentang Empat Penyakit


Ditengah rasa jenuh dan jengkel akibat macetnya kendaraan jalur Krian – Surabaya, saya merasa sedikit terhibur dengan adanya seorang pengamen yang lain daripada pengamen bis lainnya. Dari pakaiannya saja sudah tidak sama dengan lainnya, juga cara mengamennya. Pengamen itu menggunakan kostum layaknya seorang pandita dalam cerita ketoprak. Dengan memakai jubah warna hitam, pengamen itu melengkapi kostum dengan “kuluk” khas pandita, sabuk cinde keemasan dan tidak lupa terselip sebilah keris dipinggangnya. Berambut panjang putih agak kusam gimbal seperti anak “pank”.

Hiburan yang disajikan bukanlah lagu – lagu yang ujung – ujungnya kerap berbau sindiran dan kadang – kadang mendoakan jelek atau celaka kepada penumpang. Hiburannya adalah “ndalang” waktu “goro – goro”. Tampaknya para penumpang tertarik dengan aksi pengamen itu, selain kostumnya tak lazim juga action “ndalangnya” yang cukup menarik. Seperti kita ketahui, waktu goro – goro dalam cerita wayang diwarnai dengan hiburan, humor dan tak lupa terselip petuah – petuah. Tokoh Limbuk dan Cangik yang menjadi sentral ceritanya.

Ada pesan menarik dari celoteh Si Pengamen itu. Dengan gaya khas seorang dalang, dia mengatakan bahwa ada empat penyakit manusia yang tidak dapat disembuhkan oleh seorang dokter. Penyakit itu adalah KURAP, KUDIS, KUTIL, KUMAN. Penyakit yang dekat dengan penyakit kulit, hanya saja ke-empatnya bukanlah penyakit kulit biasa yang cukup dengan olesan “kalpanax” bisa hilang.


Minggu, 08 April 2012

Klakson Kesabaran


“thiin… thiiin… thiin…” bunyi klakson motor, mobil disertai deruman suara motor ketika lampu merah berganti ke hijau di sebuah traffic light. Suara klakson itu seakan motor atau mobil yang berada di belakang “nguyak – nguyak” motor / mobil didepannya. Padahal semua tahu kalau lampu hijau menyala berarti kendaraan boleh jalan untuk melanjutkan perjalanan.

Potret kecil yang sering kita jumpai itu, kiranya dapatlah menjadi suatu pertanda apabila “para pengguna jalan dalam kondisi tidak sabar alias “yak – yakan” atau “grusa – grusu”. Mungkin itu kesimpulan sepihak dari saya saja, tetapi itu bukan tanpa alasan. Kesabaran dan ketenangan berkendara merupakan salah satu factor untuk mengurangi resiko kecelakaan.

Indikasi pengendara saat lampu hijau baru menyala sudah me”nguyak-nguyak” pengendara didepannya dengan suara klakson, pertanda si pengendara sedang dikejar waktu. Entah apa yang mereka kejar… apa hokum “time is money” sedang mereka berlakukan sehingga kehilangan waktu satu hingga dua menit saja sudah tidak sabar.

Saya menyadari benar, banyak pengendara yang harus dikejar waktu karena mereka memanfaatkan waktu untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi tujuannya. Misalnya, seorang sales sebuah produk yang memburu waktu untuk segera menuju dari satu took ke took lainnya sehingga mereka akan memacu kendaraanya dengan kecepatan tinggi. Nah apabila bertepatan lewat di traffic light dan lampu yang menyala merah, tidak jarang mereka menggerutu karena perjalanannya menjadi lebih lambat. Begitu lampu hijau menyala, tak heran apabila mereka ingin memacu kendaraannya secepat mungkin.


Rabu, 04 April 2012

Salah Ambil


Pagi – pagi sudah dibuat terpingkal – pingkal oleh cerita salah seorang kawan. Cerita yang menggelikan sekaligus memilukan. Pagi tadi ketika cangkruk ngopi bersama kawan – kawan karyawan salah satu lembaga keuangan milik PT. Astra group di warung sebelah timur kantornya, salah seorang diantara mereka menceritakan istrinya. Dia sendiri ketika mengawali cerita itu terlebih dulu ketawa terpingkal – pingkal sambil ngoceh..”kasihan…. kasihannn…”

Cerita itu terjadi kemarin malam dirumahnya. Waktu itu istrinya merasa dimatanya ada sesuatu yang mengganjal. “Ehmm mungkin mata ni kotor… aku bersihkan saja ama tetes mata” kata istrinya. Kemudian istrinya menuju meja rias, dimana biasa menyimpan tetes mata. Sambil menahan rasa kantuk, si istri mencari tetes mata di rak – rak kecil meja riasnya. “Naah.. ni dia” kata si istri lega sambil membuka tutup botol kecil itu dan langsung meneteskan ke matanya.

“Wuaduuuuh… peeriiih….” Jerit si istri sambil berlari menuju kamar mandi. Kawan saya yang sedang menonton televisi sontak terkejut dan lari mengikuti istrinya. Tampak si istri mencuci muka sambil menutup matanya. Mulutnya masih mengerang perih. Kawan saya langsung menanyakan kejadiannya kepada istrinya, terus membimbingnya ke bibir tempat tidurnya. Istrinya menjawab sambil menangis.


Selasa, 03 April 2012

Forum Seniman Reog Ponorogo (Respon gerakan independen seniman reog Ponorogo)


 
Jum’at pagi (30/03/2012), saya mendapat telepon dari seorang saudara seniman reog dari Jember tetapi asli Ponorogo. Meskipun dia bekerja dan bertempat tinggal jauh dari kota Reog tetapi eksistensinya di Ponorogo terkait “pereogan” tidak dapat diragukan lagi. Dia mengundang saya untuk menghadiri sarasehan kesenian reog yang dilaksanakan di desa Jabung, kecamatan Jetis, Ponorogo. Sarasehan itu akan mengundang seluruh grup reog yang ada di Ponorogo dan seluruh instansi yang terkait, seperti Pemda, DPRD Ponorogo, Dinas pariwisata dan olah raga serta yang lainnya. Kemungkinan juga akan hadir salah seorang anggota DPRD propinsi Jawa Timur komisi E yang membidangi kebudayaan.

Selain mengharap kehadiran saya, dia juga meminta sedikit masukan untuk acara tersebut. Sebelumnya dia menceritakan proses sampai dihelatnya sarasehan yang akan melibatkan ratusan seniman reog Ponorogo itu. Saya tahu dan paham tentang rencana acara sarasehan itu, karena jauh hari sebelum acara itu direncanakan Kawan saya itu sering berdiskusi dengan saya perihal keprihatinan dan kejengkelan seniman reog yang semakin terpinggirkan. Mungkin salah satu hasil sarasehan itu adalah usul atau konsep saya, yaitu tentang “pentas reog sepanjang tahun”.

Sebelumnya saya mohon maaf kepada seluruh seniman reog Ponorogo juga Kang Kawan saya, apabila saya tidak dapat hadir dalam sarasehan itu (01/04/2012) bersama mereka karena masih ada liputan di Kediri. Namun demikian beberapa konsep dan celoteh saya sejak tahun 1999 yang saya titipkan kepada kawan saya itu mungkin bisa mewakilinya. Sekali lagi mohon maaf.

Meskipun saya tidak hadir di Jabung, tetapi hati dan pikiran saya seperti berada di sana ketika kawan saya menceritakan via telepon dan SMS kondisi saat sarasehan. Mungkin perasaan seniman reog waktu sarasehan sama dengan perasaan saya sesame seniman reog. Rasa haru, puas atas beberapa hal yang mungkin tidak diperoleh selama ini. Apresiasi ketua DPRD Ponorogo dan beberapa anggotanya, salah seorang komisi E DPRD propinsi Jawa Timur, serta seluruh seniman reog membuat sarasehan itu semakin meriah dan berkesan.

Saya pribadi sangat appreciate dengan diadakanya sarasehan akbar itu, sehingga komunikasi, silaturahmi bahkan perbedaan pendapat yang sudah lama mereka (seniman) pendam mungkin bisa mencair hari itu. Memang dugaan awal saya dulu seperti itu, dan akhirnya terbukti. Sesepuh – sesepuh yang tidak aktif karena sesuatu hal, hadir dan antusias mengikuti acara itu. Hipotesa saya sejak awal adalah bahwa seniman reog ponorogo yang merasa terpinggirkan oleh Pemda Ponorogo itu menginginkan untuk diperhatikan baik kesenian reog maupun senimannya, juga Yayasan Reyog Ponorogo yang bertanggungjawab atas pembinaan dan perkembangan perlu ada perombakan.

Pada titik puncaknya, terbentuklah Forum Seniman Reog Ponorogo (FSRP). Forum yang mewadahi seluruh seniman reog dan menjadi forum komunikasi para seniman reog dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian reog Ponorogo.

Saya menyambut gembira dan lega atas terbentuknya FSRP. Forum ini paling tidak menjadi tempat atau media komunikasi para seniman reog. FSRP juga menjadi balancing control bagi Yayasan Reyog Ponorogo yang selama ini “mandul”. Terkait Yayasan Reog ini masyarakat bahkan para seniman sendiri tidak tahu apa saja kegiatan yang dilaksanakan, target dan reportnya bagaimana, punya anggaran atau tidak dan sebagainya. Masyarakat hanya tahu kalau setiap bulan purnama ada pentas reog di alun – alun dan setiap tahun diselenggarakan Festival Reog Nasional.

Prediksi saya, dengan munculnya FSRP akan menambah dinamisnya seniman reog pada umumnya dan kesenian reog akan lebih berkembang, semarak serta penuh warna. Kreatifitas seniman reog di FSRP, yang mayoritas berada di luar birokrasi, akan selalu muncul meskipun sangat sederhana dan terkesan alamiah. Jauh dari polesan dari seniman yang berbasis sekolah tari. Suasana keakraban, persaudaraan akan terasa sekali diantara grup reog satu dengan lainnya.

Adanya FSRP ini, perlu adanya kewaspadaan seniman reog itu sendiri terhadap intervensi atau pendomplengan atau KLAIM dari partai politik. Meskipun Ketua DPRD sudah mengatakan bahwa kalau sudah berkumpul bersama antara seniman berarti kita sebagai seniman reog tanpa ada embel – embel partai. Namun demikian itu bukanlah suatu jaminan, karena masih di awal perjalanan FSRP. Kita berharap saja semoga para politisi tidak memanfaatkan FSRP dalam suasana politik praktis dan tetap menjaga independensi seniman reog.

Sementara hanya itu dulu celoteh saya terkait terbentuknya FSRP, semoga benar – benar dapat menjadi wadah para seniman yang bebas dari intervensi dan tekanan pihak manapun. Dan jangan sekali – sekali pihak – pihak yang ingin memanfaatkan para seniman demi kepentingan pribadi sesaat. Jangan lagi seniman tradisi dijadikan tumbal politik yang semakin tidak karuan arahnya. Tidak lupa saya sampaikan selamat kepada seniman reog Ponorogo…. MERDEKA

Senin, 02 April 2012

Diantara Himpitan, Ditolong Pun Gak Tahu



Catatan ini bukannya saya akan curhat atau menggumam seseorang yang menurut kenyataan merugikan saya secara financial, waktu, tenaga dan sebagainya. Namun lebih kepada pendekatan pemahaman kepada personal yang sedang dalam berbagai himpitan yang akhirnya dapat merugikan dirinya dan orang lain. Mohon maaf ya Pak, Bu kalau merasa saya gunjingkan di catatanku. Sejak awal saya sudah memaafkan dan tidak menuntut apa – apa dari keluarga Bapak.

Kejadian ini berawal dari kecelakaan akhir bulan Januari 2012 kemarin. Seperti catatan saya setelah kejadian itu (……), saya sudah memutuskan tidak akan menuntut atau meminta ganti rugi apapun kepada pihak yang menabrak. Meski secara financial saya dirugikan, karena harus mengembalikan motor mio keasalnya. Keputusan itu saya ambil setelah berkunjung ke rumah anak yang menabrakku dan saya bertemu orang tuanya. Saya melihat dan memahami kondisi ekonomi keluarga itu, sehingga sangat keberatan kalau saya harus meminta ganti rugi.

Seminggu setelah kejadian, ketiga belah pihak (penabrak dan dua korban tertabrak termasuk saya) mengadakan kesepakatan bersama, yang disaksikan oleh perangkat desa dari korban selain saya. Kesepakatn itu garis besarnya bahwa saya tidak menuntut ganti rugi sedikitpun dan pihak korban yang mengalami patah tulang kaki meminta sejumlah uang sebagai biaya pengobatan. Kami menyepakati itu semua, walaupun saya tahu pihak penabrak terlalu berat untuk memenuhi syarat dari korban.

Prediksi saya tepat, penabrak sungguh merasa berat untuk memenuhi syarat itu walaupun hanya Rp 1,5 juta. Mungkin ringan bagi orang berduit apalagi para koruptor Negara ini. Satu milyar saja enteng apalagi cuma Rp 1,5 juta, tentu itu seperti debu bagi mereka. Itulah himpitan ketiga yang membebani keluarga itu. Perlu diketahui, dalam kasus kecelakaan itu, keluarga penabrak sudah terbebani, pertama motor yang dipakai adalah motor pinjaman, kedua, si penabrak tidak mempunyi SIM dan tidak membawa STNK.

Dengan berusaha penuh tenaga, hutang sana sini akhirnya lunas juga beban harus bayar kepada korban patah tulang itu. Waktu yang diperlukan lima minggu. Sebenarnya sudah tidak sabar untuk cepat – cepat mengeluarkan motor saya yang masih dijadikan barang bukti di kepolisian. Pada minggu kedua sebelum penabrak melunasi kewajibannya, saya menemui perangkat desa korban, yang memediasi kami. Saya mengatakan bahwa surat kesepakatan itu bukanlah kwitansi tetapi hanya kesepakatan bersama. Kalau menunggu terlalu lama untuk ditandatangai oleh pihak korban selain saya tentu akan lama. Karena menurut perangkat desa itu, tidak akan ditandatangani surat kesepakatan itu sebelum penabrak memenuhi kewajibannya. Gila bener perangkat ini…….

Akhirnya saya menunggu waktu sampai penabrak melunasi kewajibannya, kira – kira sekitar satu bulan baru dapat memenuhi kewajibannya. Setelah itu kedua belah pihak, saya ajak ke Satlantas Polres untuk menyelesaikan permasalahan kecelakaaan itu, sebab kasus itu bisa diselesaikan apabila semua pihak yang terlibat secara bersama – sama menghadap ke unit kecelakaan satlantas polres.

Namun, ajakan saya yang pertama tidak dapat menghadirkan kedua belah pihak meskipun saya menunggu sampai sore sambil liputan berita criminal. Tiga hari berikutnya aku menghubungi lagi, dan untuk kedua kalinya mereka tidak hadir. Ajakan saya sebagai korban sampai tiga kali. Saking jengkelnya, saya temui keluarga penabrak di rumahnya untuk minta penjelasan kenapa sampai tiga kali mangkir dari ajakan saya.

Dari ceritanya, pihak penabrak mengatakan kesulitan menemui keluarga korban selain saya dan menyiapkan dana untuk menebus kendaraan yang disita polisi setelah kecelakaan termasuk motor saya. Masalah tersebut yang menjadi himpitan berikutnya. Begitu banyak himpitan yang mereka alami, sudang jatuh tertimpa tiang pula. Akhirnya saya berharap untuk hadir dan menghadirkan korban di Polres, sehingga masalahnya cepat selesai.

Hari perjanjian untuk bertemu di satlantas pun tiba, dan mereka (semua pihak) hadir, minus saya karena waktu itu saya masih di terminal sedang liputan dan saya sudah mengatakan kepada mereka untuk menunggu sekitar 10 menit. Tetapi pihak penabrak tidak sabar menunggu, mereka pun pulang. Meskipun demikian kasus kecelakaan yang sudah dua bulan berjalan akhirnya clear. Saya sudah dapat mengambil motor mio, dan pihak korban satunya tidak perlu dihadirkan. Hanya yang masih menjadi problem bagi penabrak, belum bisa mengambil motornya. Himpitan demi himpitan sehingga ada kesempatan untuk menolongnya pun harus berlalu begitu saja. Kasihan…. Karena ekonomi, pendidikan dan pengetahuan. Itulah realita masyarakat pedesaan di lereng gunung yang jauh dari ibukota.

Minggu, 01 April 2012

Jangan Sepelekan Hal Sepele

Saya masih teringat dengan jelas pesan Profesor Idha Hariyanto dan Profesor Soetriono terkait dengan menulis, dan kalimat itu sebagai salah satu sumber spirit saya untuk menuangkan ide dan isi otak saya dalam sebuah tulisan. “Jangan sepelekan hal yang kecil dan sepele. Sesuatu yang besar itu tidak jarang lahir dari hal yang kecil dan sepele” begitu pesan Prof. Idha saat menyampaikan mata kuliah Filsafat Ilmu di program studi Agribisnis Pascasarjana Universitas Jember tahun 2011 lalu. Demikian pula pesan Prof. Soetriono dalam mata kuliah yang sama mengatakan tuangkan ide dan gagasan kita melalui tulisan walaupun menurut orang lain sepele. Kedua pesan itu selalu saya ingat dan menjadi motivasi tersendiri dalam beberapa hal terutama sesuatu yang terkait dengan pengamatan, pendalaman, pemahaman hidup yang saya coba tuangkan dalam beberapa tulisan.

Kedua Guru Besar Universitas Jember tersebut menginspirasi saya untuk selalu mencatat, memperhatikan, mendalami dan mencoba menulis apa saja yang ada dipikiran. Beliau adalah ahli ekonomi pertanian yang berbeda generasi yang sangat konsisten dengan ilmu yang dipelajari. Ketekunannya mengamati tentang tebu dan daya saing hasil pertanian terutama kopi sudah mengantar beliau – beliau menjadi seorang professor dan menelurkan beberapa buku, yang mana tentu memberikan manfaat bagi pembaca dan orang lain.

Saya sering mendengar dari kawan – kawan mengkritik bahkan mencemooh sebuah tulisan baik itu artikel, cerpen, makalah, buku atau hanya sekedar celotehan, tetapi ironisnya saya belum pernah sekalipun tulisan yang mereka buat. Kawan – kawan saya tersebut bak seorang kritikus handal, menganalisa sebuah tulisan dari berbagai sudut dan teori yang diperolehnya yang ujung – ujungnya meremehkan tulisan demi tulisan. Mereka belum menyadari bahwa Si penulis telah berupaya untuk menuangkan segala uneg – uneg, gagasan, idenya dalam bentuk tulisan. Tulisan original si penulis dengan berbagai gaya tulis, kata yang dipakai kiranya patut kita apresiasi, kita hargai meskipun belum dapat memuaskan pembaca atau belum memenuhi kaidah sebuah tulisan.

Lebih bijak dan arif, apapun karya kreatif dalam bentuk apapun dari seseorang patut untuk mendapat penghargaan, bukan hanya bisa mengkritik, mencemooh, meremehkan tanpa menyadari dirinya sendiri tidak dapat berbuat seperti orang yang dikritiknya. Ehmmm ironis… anehnya itu banyak dan sering kita jumpai di sekitar kita bahkan orang – orang yang sering melakukan hal seperti itu adalah orang yang berpendidikan sarjana.

Hal sepele atau sering dianggap sepele di sekitar kita sangatlah banyak. Coba kita bersama instropeksi mulai dari diri pribadi yang tidak lepas sedetikpun berinteraksi dengan masing – masing bagian tubuh kita, setelah itu kita melihat interaksi dengan sesuatu di luar kita. Apakah hal yang menurut banyak orang itu juga sepele menurut kita atau sebaliknya? Kiranya itu tidak perlu kita pikirkan secara rumit dan detail, karena dalam hidup itu waktu terus mengalir, roda kehidupan terus berjalan. Suatu kesempatan, benda, waktu dan lainnya pada waktu tertentu akan menjadi sangat penting tetapi pada waktu yang lain bisa menjadi hal yang sangat remeh. Contoh mudah dan kita pasti mengalami adalah “kentut”. Kentut menjadi remeh ketika kita tidak sedang mengalami gangguan pencernaan atau lainnya, tetapi menjadi sangat penting apabila kita sedang masuk angin, habis operasi dan sebagainya. Bukankah begitu manusia, sering menganggap sesuatu remeh ketika tidak sedang memerlukannya.

Maka janganlah meremehkan sesuatu yang remeh sekalipun hal itu paling remeh menurut kita… seperti kentut tadi….
Terima kasih atas petuah - petuahnya Profesor…..

Kamis, 29 Maret 2012

Rumaketing Paseduluran

“Rumaketing Paseduluran” atau eratnya sebuah persaudaraan merupakan idaman normative masyarakat. Tatanan kehidupan bermasyarakat, berkelompok biasanya mempunyai ukuran ideal yaitu persaudaraan yang erat, kebersamaan, kompak dan seabrek istilah. Singkat kata, dalam berbagai kelompok yang mengatasnamakan kelompok kanan maupun kiri masih mempunyai capaian ideal itu. Bahkan sekelompok orang yang lain daripada yang lain atau dianggap asing oleh kelompok lain sering malah lebih erat persaudaraanya dibandingkan dengan kelompok yang tampak tenang dan nyaman. Mereka lebih merasa bagian dari kelompok itu, jadi apabila dari salah satu anggota yang sakit tentu akan dirasakan oleh yang lainnya.

Pagi tadi, saat saya “nyangkruk” di kantin Mako 1 Polresta Kediri, saya sangat tertarik dengan cerita dari  salah seorang Bapak polisi. Beliau menceritakan ketika sedang bertugas di Negeri Khemer Merah Kamboja sebagai pasukan perdamaian PBB tahun 1993. Pasukan perdamaian dari Indonesia itu bertugas selama satu tahun. Dalam satu tim itu, mereka saling membantu dan melindungi satu sama lain, karena di Kamboja saat itu sedang dalam kondisi perang.

Selama satu tahun itu pula, rasa perkawanan, persahabatan dan persaudaraan terpupuk. Suka dan duka mereka lalui bersama demi mengemban tugas kemanusiaan dari Perserikatan Bangsa – Bangsa. Pengalaman hidup bersama di bawah tekanan perang dan di antara bayang – bayang kematian, membawa rasa persaudaraan yang mendalam sampai kini. Padahal sejak dalam satu tim sampai sekarang, secara kepangkatan dan jabatan jelas berbeda. Apalagi sekarang, bahkan dalam satu tim itu sekarang ada yang menjadi seorang jenderal.

Cerita Bapak polisi itu mengingatkanku ketika masih aktif menjadi Pramuka semasa SMP dulu. Saya juga mempunyai tim yang kami namai Kreatifitas Bocah – bocah Aliran Ling lung (KEBAL). Kelompok itu berangkat dari perkemahan lomba tingkat III sampai IV. Kami tergabung dalam satu regu. Proses pembelajaran dan penempaan yang berat dan panjang, mengantar kami ke sebuah perasaan mendalam seperti saudara sendiri. Dan itu kami rasakan sampai sekarang, meskipun kami terpisah jauh tetapi komunikasi dan rasa persaudaraan kami masih tetap.

Cerita singkat di atas, lantas mengingatkanku pada petuah orang tua dulu. “RUmaketing Paseduluran” itu penting. Dengan menjalin persaudaraan dan silaturahmi dengan siapa saja, tentu hidup ini tidak akan sendiri. Hidup akan menjadi lebih semarak dan bergairah diantara saudara – saudara sejati walaupun banyak kepentingan yang menguasai nafsu manusia. Tambah kawan berarti tambah saudara, tambah saudara berarti menambah rizqi dan memparpanjang umur. Kenapa demikian?? Kiranya kita perlu merenungkannya karena setiap manusia pasti mempunyai maksud dalam memilih dan memilah kawan, saudara. Bukankah begitu??

Jumat, 23 Maret 2012

Kelangan Rupiah, Oleh Berkah

Sebuah ungkapan sederhana yang lama tidak saya dengar dan mungkin banyak orang merasakan seperti saya, atau bahkan belum mendengar sama sekali. Satu kalimat sederhana, singkat dan mudah diingat tapi kalau mau memaknai tentu akan menjadi panjang uraiannya. Kalimat berbahasa Jawa tersebut apabila berbahasa Indonesia kurang lebih menjadi “Kehilangan Rupiah, mendapat Barokah” yang arti sederhana kira – kira biarlah kehilangan uang (rupiah) tetapi barokah dari Tuhan yang kita terima.

Sore kemarin, ketika saya “marung” di sebuah warung kopi, ada beberapa orang asyik mengobrol seputar jual beli tanah dan rumah. Tanpa sengaja saya memperhatikan dan mengikuti cerita – cerita mereka, sapa tahu ada yang menarik dan memberikan informasi berharga. Sambil menikmati kopi bubuk hitam ditambah suasana sejuk udara diwarung kopi itu, saya mencoba menyimak cerita itu. Nampaknya yang ngobrol itu semua unsure lengkap, ada penjual, pembeli dan “Mac Leren” alias makelar-nya. Mereka membicarakan mulai persoalan lokasi, luas, kepemilihan, dokumen, situasi sekitar lokasi dan hal – hal yang terkait dengan rumah dan tanah lainnya.

Obrolan itu tidak begitu lama, saya nggak tahu apakah mereka ngobrol di warung itu sudah lama? Tetapi sepengetahuan saya mereka belum lama ngobrol, melihat salah seorang dari mereka harus menuangkan kopinya di cawan karena panas. Entah tiba – tiba, orang yang berbaju hitam itu berkata “ Ga opo – opo, kelangan rupiah oleh berkah. Saya akan membeli rumah dan tanah itu dengan tempo pelunasan 2 (dua) bulan”. Mendengar dari pembicaraan itu, orang yang berbaju hitam tersebut adalah pembelinya. Menyimah perkataan pembeli itu, saya spontan teringat dengan ungkapan sederhana yang sudah lama sekali tidak mendengarnya, “kelangan rupiah, oleh berkah”.

Dari cerita singkat di atas, kita mungkin sudah dapat mereka salah satu makna dari kalimat “kelangan rupiah, oleh berkah”. Si pembeli akan mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli rumah dan tanah, tetapi barokah berupa rumah yang dapat dijadikan tempat berteduh, berlindung, tempat tinggal dia bersama keluarganya akan didapatkannya. Berkah itulah yang tentunya selalu diharapkan oleh semua manusia. Pengharapan berkah Tuhan Yang Maha Pemurah-lah yang membuat manusia bersemangat untuk berjuang melakukan apa saja demi keluarga, masyarakat dan bangsanya (kalau ingat… hehe tetapi minimal bagai diri dan keluarga).

Saya percaya bahwa arti kalimat itu tidak hanya itu saja, tetapi masih ribuan makna yang sesuai dengan interpretasi atau sudut pandang pribadi orang masing – masing. Sah – sah saja mengartikan kalimat sederhana itu dengan sudut pandang sempit maupun komplek. “Kelangan rupiah, oleh berkah” hanyalah sebuah ungkapan, tetapi ribuan makna dapat kita dapat dari situ. Semoga saja tidak hanya terbatas pada kata – kata dan ribuan makna tetapi lebih kepada aktualisasi dalam kehidupan. Bukankah begitu…??

Rabu, 14 Maret 2012

Dawet Jabung

“Ehmmm sueegerrr….” Spontan ucapan ringan itu meluncur dari mulut ini sebagai pertanda kelegaan yang tiada tara. Batas antara dahaga dan segarnya kerongkongan sehingga sering melupakan anugerah Tuhan. Ya… ucapan spontan meluncur begitu saja setelah menikmati semangkok “dawet jabung” yang terkenal itu. Air santan bermaniskan “legen” dan sedikit “cendol” telah melepaskan rasa dahaga, seakan mengalir perlahan pada keringnya kerongkongan. Rasa segar dan manis itu membuat syaraf – syaraf dan urat – urat di sekujur tubuh menjadi dingin serta rasa pegal menjadi hilang seketika. Sesondok demi sesendok saya nikmati perlahan, sayang kalau kenikmatan ini terlewat begitu saja. Apalagi si penjualnya yang cantik menambah suasana menjadi lebih Oke. Semilir angin hamparan sawah membangkitkan semangat yang luar biasa pada jiwa ini.

Dawet jabung merupakan dawet yang berasal dari salah satu desa di kabupaten Ponorogo, tepatnya desa Jabung, desa yang terletak di antara pondok besar di Jawa Timur yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Walisongo Ngabar. Namun demikian di daerah Ponorogo dan sekitarnya banyak kita jumpai penjual dawet jabung. Kalau anda sedang berada atau melewati kota Ponorogo, sangatlah mudah untuk mencari letak penjual dawet jabung itu.

Dawet merupakan minuman tradisional yang sangat sederhana sekali cara pembuatannya. Satu mangkuk dawet hanya terdiri air yang bersantan, legen (nira) kelapa dan cendol, terkadang masih ditambahi dengan “gempol”. Gempol terbuat dari tepung beras yang dibentuk bulat yang dicampurkan dengan dawet. Peralatan yang digunakan penjual dawet juga sangat sederhana dan tradisional sekali, air bersantan dan juruh legen di tamping dalam kwali, “irus” atau candingnya berupa batok kelapa dengan bamboo yang biasanya di beri aksesoris siluet wayang dari kayu. Pokoknya semua serba sederhana dan tradisional banget, tapi rasanya jauh lebih mengesankan dari penyajiannya.. (tak seindah warnanya…).

Dalam penyajian dawet, oleh penjual kepada pembeli, ada cara tersendiri dan banyak menjadi bahan ketawa bagi yang pertama kali membeli dawet jabung. Biasanya penjual akan menyajikan dawetnya di sebuah mangkuk yang diletakkan di cawan. Naah.. biasanya pembeli yang belum pernah membeli dawet jabung akan memungut cawan yang di atasnya ada mangkuk dawetnya, padahal lazimnya di Ponorogo dan sekitarnya pembeli cukup mengambil mangkuknya saja tanpa dengan cawannya. Para pembeli pemula sering terjadi tarik menarik cawan dengan penjual dawet. Lho kenapa kok seperti itu? Pertanyaan itu sering ditanyakan banyak orang. Menurut cerita – cerita di masyarakat umum bahwa cawan itu mempunyai arti sendiri bagi penjual dan pembeli dawet.

Terlepas dari arti cawan itu, kiranya lebih bijak dan mengesankan apabila saudara pembaca mencicipi dan merasakan sendiri kenikmatan minum dawet jabung Ponorogo. Memang banyak dawet yang menjadi khas dari beberapa daerah, tetapi kiranya “dawet jabung” yang berasal dari ponorogo mempunyai cita rasa tersendiri dan patut untuk menjadikan tenggorokan ini segar kembali. Selamat menikmati….

Selasa, 13 Maret 2012

RENOVER



Nama yang menggunakan bahasa asing ini mungkin juga asing bagi masyarakat karena istilah itu kurang popular dan tidak familiar di telinga kita. Maklumlah kata itu memang bukan asli bahasa melayu. Sebelum saya menulis cas cis cus tentang apa itu renover, ada baiknya pembaca membuka situs RENOVER. Nah… setelah membuka situs tersebut dan membacanya, saya yakin pembaca sudah mempunyai gambaran tentang “renover” secara garis besar dan kegiatan – kegiatannya. Renover berasal dari kata renovasi yang artinya memperbaiki dan renover adalah orang – orang atau sesuatu yang melakukan perbaikan. Pada kata “Renover” seperti dalam situs di atas adalah suatu yayasan yang beranggota para simpatisan terhadap kondisi social, ekonomi dan lingkungan dimana kegiatan utamanya meliputi 5 (lima) focus Bedah Rumah Miskin (BERM), Santunan Fakir Miskin Yatim Piatu (SAFAMIYA), Penghijauan Lahan Kritis (PELK), Ternak Keluarga Miskin (TEKEM) dan Bedah Sekolah Terpencil (BEST).

Lima focus kegiatan itu yang menjadi agenda utama atau kegiatan utama yang dilakukan. Kebetulan dalam yayasan itu, saya sebagai sekretaris meskipun (saya akui) kurang begitu aktif karena jarak antara tempat tinggal saya dengan lokasi (sementara) kegiatan sangat jauh. Meskipun demikian kami, diantara pengurus Yayasan, tidak putus komunikasi dan terus melakukan koordinasi, konsultasi dan musyawarah. Selain itu, kawan – kawan dan saudara – saudara sukarelawan yang sedia setiap saat tanpa mengenal pamrih selalu siap sedia di lokasi terutama saudara saya, Mas Dwi.Parjoko. Beliau adalah seorang guru sekolah dasar di desa yang terkenal dengan desa idiot di kabupaten Ponorogo, sekaligus sebagai pendiri dan motivator di lapangan. Dalam kesempatan ini saya pribadi menyatakan sangat salut dan mengapresiasi semua yang sudah dilakukan oleh Dwi Paarjoko dan kawan – kawan.

Bukti nyata!!! Tidak banyak bicara!!! Itu mungkin yang dapat dikatakan atas ide sederhana yang pelaksanaannya pun juga santai namun pasti tepat sasaran. Dengan menggandeng tokoh masyarakat setempat kegiatan demi kegiatan sudah berjalan dengan lancer. Kegiatan renover ini juga menggugah dan memberi semangat baru kepada masyarakat untuk bangkit menuju sesuatu yang lebih berkualitas baik pendidikan, ekonomi juga sosialnya. Sementara ini focus kegiatan dilaksanakan masih di desa Sidoarjo kecamatan Jambon kabupaten Ponorogo yang sebagian besar masyarakatnya berada di bawah garis kemiskinan. Selain itu desa tersebut warganya banyak yang mengalami gangguan fungsi otak, idiot.

Melihat kondisi memprihatinkan itu melecut kami untuk segera mewujudkan angan – angan atau gagasan yang sudah lama kami bicarakan. Kami harus segera mengadakan tindakan walaupun sedikit dan kecil!! Harus melakukan sesuatu kepada mereka yang membutuhkan motivasi, dukungan moril. Saya sering kali mendengar dalam suatu diskusi kecil di kampus – kampus mengenai situasi dan kondisi desa idiot yang tahun lalu santer diberitakan oleh media masa. Gubernur Jawa Timur Pak Dhe Karwo bahkan Menteri Sosial pun harus meninjau langsung desa itu. Kawan – kawan mahasiswa dan dosen – dosen begitu semangat membicarakan persoalan dari desa idiot Sidoarjo, kabupaten Ponorogo. Mereka kebanyakan menggunakan informasi – informasi dari media baik cetak maupun elektronik. Selain itu juga informasi sepenggal dari orang cerita yang tidak jelas dari mana asal informasi itu. Namun demikian semangat berdiskusinya luar biasa. Saya hanya terdiam mendengar diskusi seru nan hangat itu.


Dalam pemikiran saya mestinya cukuplah membahas suatu persoalan itu simple dan solutif, tidak bertele – tele dan cenderung menyalahkan pihak sana pihak sini. Bukan berarti saya tidak menghargai diskusi mereka tetapi apalah artinya diskusi yang bertele – tele kalau tidak ada implementasinya, tidak ada action yang kongkret. Hasil diskusi yang teoritis hanya menghasilkan sebuah umpatan, kritikan mungkin juga fitnah (karena nggak jelas sumber informasinya) dan juga kata – kata yang manis untuk diucapkan. Hanya indah di warung kopi atau tempat diskusi itu, setelah itu yaah..Cuma pembicaraan saja. BASI….

Kembali ke uraian pokok, renover ini hanyalah wadah untuk menyalurkan rasa empati, simpati bagi saudara – saudara yang menginginkan suatu perubahan dalam masyarakat. Saudara – saudara yang ingin berbagi dalam segala hal yang mereka miliki. Ada saudara yang memberikan sumbangan pemikiran, dana, material, support dan sebagainya. Itu semua sudah merupakan bentuk kepedulian dan partisipasi terhadap saudara – saudara kita yang masih membutuhkan perhatian khusus dalam beberapa hal kehidupan. Saya teringat dengan pidato Presiden Soekarno “Sumbangkan segalamu kepada Ibu pertiwi… kalian mempunyai bunga cempaka berikanlah bunga cempaka kepada Ibu Pertiwi, kalian mempunyai bunga mawar berikan bunga mawar itu kepada Ibu pertiwi. Sumbangkan…. Sumbangkan… segalamu kepada Ibu Pertiwi.. “

Bulan Juni 2011 merupakan permulaan dalam melakukan kegiatan Renover ini. Sebagai kegiatan awal adalah bedah rumah dimana sampai saat ini sudah melakukan bedah rumah sebanyak 13 unit rumah. Masing – masing rumah mendapat bantuan sebesar Rp. 2.500.000,00 berupa material dan sebagai tenaga kerja adalah masyarakat sekitar (partisipasi masyarakat). Selain itu juga, Yayasan Renover sudah melaksanakan kegiatan penyaluran hewan korban, zakat fitrah dan mal, infaq, shodaqah. Untuk kegiatan Penanganan lahan kritis juga sudah terlaksana dengan menanam pohon sengon laut di lahan – lahan kosong dan ada juga yang bersifat kemitraan antara pihak yayasan dengan masyarakat. Kegiatan Ternak untuk Keluarga Miskin baru saja dimulai awal tahun 2012 kemarin dan akan mengembangkannya lebih banyak lagi.

Semoga kegiatan yang murni bersifat social tanpa ada embel – embel apapun ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Yayasan Renover menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukan hanyalah sebutir debu dari apa yang masyarakat butuhkan dan tentunya tidak sebesar para dermawan ketika memberikan sumbangan. Kiranya saya pribadi patut mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada kawan, saudara saya Dwi Parjoko dimana dalam kesibukannya mengajar dan kuliah masih mendedikasikan dirinya untuk masyarakat melalui Renover. Selamat berjuang dan mengabdi kawan, saudaraku… dan juga saya sampaikan terima kasih yang tiada terhingga kepada kawan – kawan, saudara – saudara saya yang menjadi anggota dan simpatisan Renover dimanapun, semoga amal ibadah saudara – saudara diterima Allah SWT sebagai bekal dihari nanti.

Dapat kunjungi GROUP RENOVER

Senin, 12 Maret 2012

Barokah Lintas Alam


Siang itu, ketika saya duduk di bangku ruang tunggu terminal bis Mojokerto, tak terasa terbayang jelas kejadian 11 (sebelas) tahun lalu. Di terminal itu, kami berlima (Sri Hantarko, Gatot Sulaeman, Apri Fahrudi, Dwi Parjoko, David dan saya) berjalan tertatih – tatih menahan rasa capek, ngilu karena baru saja mengikuti lomba lintas alam di daerah Pohjejer (Mojokerto) sejauh 40 kilometer. Yaa.. Lomba Lintas Alam yang diadakan oleh Mahisapala Universitas WR Supratman Surabaya yang seingatku dilaksanakan tahun 1991-an. Waktu itu kami mewakili Palang Merah Remaja (PMR) Wira Ganesha SMA Negeri 1 Ponorogo, dan saya waktu itu masih duduk di kelas 1.



Berangkat dengan dana pas – pasan, kami mengikuti lomba tanpa berkurang semangat sedikit pun. Hanya berbekal tekat dan nekat (bonek… haha) kami tetap menjadi peserta lomba lintas alam. Kami sebelumnya sama sekali tidak mengenal sedikitpun wilayah Mojokerto, apalagi Pohjejer yang menjadi tempat lomba. Jiwa muda dan semangat (mungkin) luar biasa saja yang membawa kami ke daerah itu. POHJEJER. Satu kecamatan di wilayah kabupaten Mojokerto yang kelak (sekitar tahun 2007 – 2010) menjadi daerah yang selalu saya kunjungi dan lewati, bahkan saya pernah mendampingi Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air (GHIPPA) yang mencakup wilayah Pohjejer selama hamper 2 (dua) tahun.

Route dan medan yang lumayan berat kami susuri, jalan berbelok, naik – turun bukit, menyusuri sungai yang berbatu kami terjang, sehingga jarak tempuh sepanjang 40 kilometer itu dapat kami selesaikan dalam waktu 5,5 jam. Waktu tempuh kami untuk menyelesaikan route lomba tergolong cepat karena rata – rata dalam 1 (satu) jam kami menempuh kurang lebih 8 (delapan) kilometer.

Ada cerita nekat, tapi konyol dan lucu setelah acara itu. Kira – kira pukul 14.00 acara sudah selesai dan kami akan pulang ke Ponorogo karena besok pagi sudah masuk sekolah, Apri yang berperan sebagai bendahara kami mengatakan bahwa dana sisa yang kami punya tinggal sedikit, dan dia mengusulkan lebih baik jalan kaki menuju terminal bis Mojokerto. Karena dana mepet kami setuju saja, tetapi kami tidak tahu berapa jarak dari Pohjejer ke terminal bis. Meskipun capek dan kaki sudah kesemutan, kami dengan tertaih tetap jalan kaki. Kami adalah manusia yang mempunyai tenaga terbatas. Setelah berjalan kira – kira 3 (tiga) kilometer, kami semua menyerah dan akhirnya naik angkot sampai terminal Mojokerto. Kami terperanjat ketika Pak Sopir angkot itu mengatakan bahwa jarak Pohjejer – terminal bis adalah 25 kilometer. Spontan kami tertawa dan menyalahkan Apri yang punya ide… haha

Setelah sampai di terminal kami langsung melaksanakan sholat ashar. Sewaktu melaksanakan sholat itulah kami benar – benar merasakan kesemutan, pegal – pegal yang luar biasa pada bagian kaki kami sehingga dalam gerakan sholat kami merasakan sakit. Ehmmmm… capeknya bukan main. Seharian kami belum makan nasi, hanya terisi ketela pohon (manihot utilisima) yang sempat kami makan sewaktu dalam perjalanan lomba. Apri yang selalu mengecek kondisi keuangan memberitahukan bahwa kami bisa makan tetapi yang harganya murah, seperti nasi bungkus. Kami melihat satu persatu menu yang tertera di masing – masing stand warung dalam terminal, dan akhirnya kami menemukan warung yang menjual NASI PECEL. Wooow tanpa pikir panjang kami langsung masuk warung itu dan memesannya. Kami semua beranggapan bahwa nasi pecel tentu harganya murah seperti di Ponorogo.

Suatu kebetulan dan barokah dari Allah, ketika kami memesan nasi pecel (berlauk kerupuk) tiba – tiba Ibuk penjual nasi pecel dan anaknya terkejut dan memanggil salah satu teman kami. “Mas Koko…. Teka ndi Mas?”. Koko adalah nama panggilan Sri Hantarko, senior kami yang mendampingi kami. Spontan saja suasana menjadi berubah. Ibu penjual nasi itu langsung menambah telur dadar di piring kami satu – satu. Kami semua senang dan bersyukur kepada Allah yang telah member kami rizqi yang tak kami duga sama sekali. Sambil makan kami berbincang – bincang dengan Ibu penjual nasi dan keluarga yang kebetulan berada di warung. Ibu itu ternyata tetangga Mas Koko di Ponorogo. Ehmm berkali – kali kami mengucap syukur. Sampai akhirnya kami harus berpamitan dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu dan keluarganya. Ketika berpamitan, Ibu itu member kami minuman botol (aqua) dan beberapa lembar uang (sangu). Kami merasa tidak enak, tetapi mau bagaimana lagi mereka memaksa… (mungkin tahu kalau kami kaum musafir yang dhuafa’ kwkwkw).

Kebahagiaan dan kesenangan kami semakin bertambah, karena kenikmatan tidur dari terminal Mojokerto sampai terminal Ponorogo juga kami dapatkan. Kami tersadar setelah kondektur bis membangunkan kami karena bis sudah standby di terminal selama 30 menit. Nikmat dan barokah yang luar biasa….. kenangan yang tak kan kami lupakan. Saya menyadari, hanya kesabaran, doa dan keikhlasan yang bisa membuat itu semua…. Alhamdulillah, dan tak terasa orang yang saya tunggu sejak tadi sudah duduk di sampingku tidak tahu kapan dia datang karena terlalu asyik dengan bayangan kenangan 11 (sebelas) tahun lalu…..

Selasa, 06 Maret 2012

Ngelmu Iku.....

Jarum jam sudah mendekati waktu tengah malam, mapir pukul 24.00 WIB. Suasana rumah sunyi senyap karena semua isi rumah sudah terlelap tidur sejak pukul 21.00 tadi. Hanya saya yang sampai larut malam, bahkan mau berganti hari, mata ini belum terpejam. Sesekali aku mendengar kokok ayam jantan, lolongan anjing dan suara binatang malam lainnya. Sebenarnya mata saya sudah lumayan lelah karena selama kurang lebih 2 jam membaca buku History of Java karangan Thomas Stamford Raffles. Beberapa hari ini saya mengulang membaca buku tebal itu. Lembar demi lembar saya membacanya secara pelan dan teliti, karena saya cukup tertarik sekali dengan isi buku yang garis besarnya menceritakan kondisi masyarakat Jawa pada masa lalu.


Setelah lelah membaca, saya mencoba merebahkan tubuh untuk istirahat. Tampaknya mata ini belum juga mau terpejam. Ingatan tentang berbagai peristiwa ataupun khayalan silih berganti seperti slide terpampang di depan mata secara silih berganti. Dalam slide sebelum tidur itu tiba – tiba saya seakan mendengar atau teringat dengan tembang “pocung” yang menekankan perlunya menuntut ilmu. Dengan seksama saya mengikuti dan mencoba mendalami slide petuah dalam bentuk tembang itu. Tembang yang terdiri dari 4 (empat) baris itu seakan menghipnotis untuk mengenang masa kecil ketika orang tua saya sering menembangkan tembang pocung itu.

Ngelmu iku, kelakone kanthi laku
Lekase lawan kas,

wekase kas nyantosani
Setya budya pangekesing dur angkara


Demikian tembang pocung yang tercatat dalam buku Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV Raja Mangkunegaran. Karya yang sangat mendalam maknanya, tinggal bagaimana orang membaca, mendengar, menyimak, melihat, memahami, menganalisanya. Setiap pemahaman dan pemaknaan akan memberikan makna yang berlainan bahasa tetapi masih dalam pengertian yang sama apabila ditarik garis besarnya. Petuah yang singkat, padat dan mengesankan, apalagi dalam penyampaiannya disertai dengan menembangkan cengkok tembang pocung.

Tembang di atas apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut, “ Sebuah Ilmu itu dalam penempuhannya memerlukan pengorbanan, diawali dengan niat yang kuat dan dengan ilmu itu manusia mempunyai kemampuan untuk memahami budaya yang nantinya dapat berguna untuk mengikis atau menghilangkan keangkara murkaan”. Demikian terjemahan kasar dari tembang gubahan Sang Pujangga sekaligus Raja Mangkunegaran itu.

Tak terasa mulut ini menggumamkan tembang pocung itu meskipun dalam kondisi 40 watt, suatu kondisi antara sadar dan tidak. Dalam kondisi itu, saya mencoba jauh berlayar menuju pemaknaan kata demi kata, kalimat demi kalimat. Saya sangat sadar bahwa menempuh, mencari imu itu penuh dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Pengorbanan dan semangat itu nantinya akan membuahkan hasil yang mana manusia tidak akan bisa melampaui dari manfaat ilmu itu. Para pendiri Pondok Moderen Darussalam Gontor Ponorogo memberikan petuah bahwa dalam segala hal itu mengorbankan "BANDA, BAHU, PIKIR LEK PERLU SAK NYAWANE" (Harta, tenaga, pikiran dan kalau perlu sekalian dengan nyawanya). Demikian petuah hebat yang ditularkan kepada antri - santrinya juga kepada siapa saja. Sungguh berat pengorbanan dan penempuhan dalam mencari ilmu itu. Dengan diawali niat yang kuat, semangat yang menyala perjalanan mencari dan memahami ilmu itu akan berakhir dengan barokah.

Semakin tinggi ilmu yang dimiliki seseorng, seharusnya ya sarjanan sujananing budhi. Orang yang terpelihar karena ilmunya, bukan malah dengan ilmunya seseorang justru akan membuat kerugian bahkan kehancuran diri dan masyarakat. Kesetiaan terhadap budaya (semua sisi - sisi kehidupan) akan semakin kuat sehingga ilmu itu akan membuat orang berfikir lebih rasional dan dapat meminimalisir kejiwaannya (setya budya pengekesing dur angkara). Ilmu tidak bisa dicuri dan ilmu tidak akan lari.....

Pengembaraan saya sebelum tidur ternyata berakhir dengan tertutupnya mata dan masuk ke alam tidur....

Selamat mencari ilmu sampai kapanpun.....

Sabtu, 03 Maret 2012

Integrasi Kelembagaan Petani


Seperti kita ketahui bersama, begitu banyak kelembagaan yang berkaitan dengan petani. Kita mengenal Kelompok Tani (poktan), Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Asosiasi Petani Hortikultura, Koperasi Unit Desa (KUD) dan masih banyak lagi kelembagaan petani yang berada di masyarakat. Masing – masing kelembagaan petani itu setiap desa di seluruh pelosok tanah air dapat dipastikan ada. Padahal petani dalam suatu desa tetap sementara kelembagaan petani begitu banyak, sehingga seorang petani kemungkinan juga menjadi beberapa lembaga. Misalnya, Pak A adalah anggota kelompok tani, selain itu juga menjadi anggota KTNA, P3A, APTR dan APTI (asosiasi petani tembakau Indonesia). Nah, demikian kondisi yang masyarakat petani kita dan biasanya kelembagaan – kelembagaan itu sering dijadikan kendaraan politik oknum tertentu.

Dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani perlu dilakukan pengembangan dan pembinaan  pemberdayaan kelembagaan petani agar dapat meningkatkan kemandirian, produktivitas usahatani, produksi pertanian, dan kesejahteraan masyarakat secara dinamis; yang diwujudkan melalui pengelolaan air irigasi dan lahan, yang berkelanjutan. Kelembagaan petani ini diharapkan berkembang menjadi kelembagaan petani yang mandiri dengan multi-fungsi sehingga mampu mendinamisasi ekonomi pedesaan, meningkatkan kesempatan berusaha, kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan nilai tambah, serta kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Pemerintah dalam kerangka reformasi pengelolaan sumberdaya lahan dan air secara terpadu, telah mengeluarkan berbagai perangkat hukum seperti: Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Undang-Undang Nomor 32 ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam kerangka pengelolaan sumberdaya lahan dan air irigasi secara terpadu ini pemerintah juga telah membentuk Unit Kerja Eselon I Direktoral Jenderal Pengeloaan Lahan dan Air di Departemen Pertanian yang menangani pengelolaan sumber daya lahan dan air irigasi secara terintegrasi, guna keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan.

Ketersediaan sumber daya air dan sumber daya lahan semakin terbatas sedangkan permintaan semakin meningkat, kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai konflik dalam pemanfa’atan sumber daya lahan dan air masa depan. Pengendalian konflik ini memerlukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaanya, untuk mampu mengendalikan konflik dan mengelola sumberdaya air berkelanjutan berkeadilan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan dukungan sumber daya manusia berkualitas melalui pemberdayaan petani dan kelembagaan petani.  Pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani diarahkan pada penerapan keterpaduan sistem irigasi dan agribisnis, peningkatan peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya, dengan menumbuh kembangkan kerja sama antar petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan pengelolaan sumberdaya lahan dan air melalui pemberdayaan petani dan kelembagaannya. Selain itu pembinaan kelembagaan petani diharapkan dapat membantu menggali potensi, mengatasi konflik pemanfa’atan sumber daya air, memecahkan masalah usahatani anggotanya secara lebih efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  33/PRT/M/2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Keberadaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A dan Kelompoktani POKTAN/GAPOKTAN di lapangan cukup menyulitkan dalam pembinaannya, karena pada dasarnya kedua lembaga tersebut mempunyai tugas dan fungsi yang serupa dan bersifat multi fungsi. Karakteristik dari kedua kelembagaan ini agak berbeda karena latar belakang dan filosofi awal dari dibentuknya kelembagaan ini memang berbeda, namun dalam perkembangan selanjutnya fungsinya menjadi serupa, disamping anggotanya umumnya sama.
Untuk itu diperlukan kebijakan pembinaan dan pengembangan pemberdayaan kelembagaan petani pada lahan pertanian beririgasi guna mensinergikan dan menyatukan berbagai kelembagaan petani tersebut. Kebijakan ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan bagi petani, dan agar kelembagaan petani dapat berpartisipasi aktif dalam program pembangunan pedesaan.

Guna mencapai sasaran yang diinginkan tersebut maka untuk tahap awal uji coba sinkronisasi berbagai kelembagaan petani terutama Kelompok Tani dan Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Pengembangan dan Pembinaan pemberdayaan kelembagaan petani dimaksudkan sebagai upaya peningkatan profesionalitas sumberdaya manusia pertanian, dengan tujuan untuk mampu berpartisipasi aktif melaksanakan program pembangunan pertanian dan pedesaan serta mengelola sumberdaya lahan, sumberdaya air dan layanan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya lahan dan air secara berkelanjutan.
Kelembagaan petani berfungsi sebagai penyedia layanan berbagai kebutuhan petani dalam mengembangkan system usahatani dan agribisinis secara dinamis dan layanan pengelolaan sumber daya air, prasarana irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Kelembagaan petani ini berorientasi ekonomi dan sosial untuk kemandirian melalui pengembangan system usahatani dan agribisinis, serta secara bersama menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Di Propinsi Jawa Timur, uji coba penggabungan kelompok tani dan P3A dilaksanakan di desa Panduman kecamatan Jelbuk kabupaten Jember. Penggabungan itu difasilitasi oleh Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas PU Pengairan dan Konsultan Water Resources and Irrigation Sector Management Project (WISMP) sejak bulan Agustus 2009 lalu. Lembaga baru yang dibentuk bernama Lembaga Ekonomi Pertanian Lahan Beririgasi (LEPLI). Selama 2,5 tahun berlangsung, masyarakat dapat merasakan efektifitas lembaga baru itu dan dapat membuat semua lembaga petani menjadi satu atap atau satu pintu secara terpadu. Evaluasi terhadap efektifitas lembaga dan dampaknya bagi petani sudah dilaksanakan, tinggal menunggu hasil akhir dari Departemen Pertanian. Semoga kebijakan yang menyangkut kelembagaan petani lebih tepat dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional serta mengurangi atau menghilangkan permainan – permainan politik (politisasi) yang mengatasnamakan PETANI.

Hidup Petani…. Hidup Marhaen..!!!