Ditengah
rasa jenuh dan jengkel akibat macetnya kendaraan jalur Krian – Surabaya, saya
merasa sedikit terhibur dengan adanya seorang pengamen yang lain daripada
pengamen bis lainnya. Dari pakaiannya saja sudah tidak sama dengan lainnya,
juga cara mengamennya. Pengamen itu menggunakan kostum layaknya seorang pandita
dalam cerita ketoprak. Dengan memakai jubah warna hitam, pengamen itu
melengkapi kostum dengan “kuluk” khas pandita, sabuk cinde keemasan dan tidak
lupa terselip sebilah keris dipinggangnya. Berambut panjang putih agak kusam
gimbal seperti anak “pank”.
Hiburan
yang disajikan bukanlah lagu – lagu yang ujung – ujungnya kerap berbau sindiran
dan kadang – kadang mendoakan jelek atau celaka kepada penumpang. Hiburannya
adalah “ndalang” waktu “goro – goro”. Tampaknya para penumpang tertarik dengan
aksi pengamen itu, selain kostumnya tak lazim juga action “ndalangnya” yang
cukup menarik. Seperti kita ketahui, waktu goro – goro dalam cerita wayang
diwarnai dengan hiburan, humor dan tak lupa terselip petuah – petuah. Tokoh
Limbuk dan Cangik yang menjadi sentral ceritanya.
Ada
pesan menarik dari celoteh Si Pengamen itu. Dengan gaya khas seorang dalang,
dia mengatakan bahwa ada empat penyakit manusia yang tidak dapat disembuhkan
oleh seorang dokter. Penyakit itu adalah KURAP, KUDIS, KUTIL, KUMAN. Penyakit
yang dekat dengan penyakit kulit, hanya saja ke-empatnya bukanlah penyakit
kulit biasa yang cukup dengan olesan “kalpanax” bisa hilang.
Kurap diartikan “kurang merapat”, kudis berarti “kurang disiplin”, kutil sama artinya dengan “kurang teliti” dan kuman bermakna “kurang iman”. Nah, dari arti masing – masing penyakit di atas tentunya kita sudah bisa menerka bahwa empat penyakit itu mempunyai dampak pada kehidupan manusia dan obatnya berada pada hati manusia. Menurut pengamen itu, apabila salah satu penyakit itu menyerang manusia, maka kehidupannya bakal kacau alias amburadul.
Tentunya
pendapat itu perlu dikaji lebih jauh, tetapi minimal dia sudah mengingatkan
kepada semua penumpang bis agar memahami tentang kehidupan ini. Tidak hanya
menyebut beberapa penyakit saja, pengamen itu juga menawarkan suatu resep yang
unik. Resep itu berawal dari filosofi “PACUL”. Pacul merupakan salah satu alat
pertanian yang digunakan untuk mengolah tanah. Jadi secara garis besar bahwa
manusia harus mampu mengolah hati dan dunianya, baik yang terlihat maupun yang
tersembunyi.
“Doran”
(kayu untuk pegangan pacul) berarti “dedonga maring Pangeran” mengandung maksud
bahwa manusia untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan bekal
doa, manusia akan lebih mantap dan tentram dalam menghadapi cobaan, ujian dan
rizki yang diterima selama hidupnya. Konsep sederhana itulah yang ditawarkan
oleh si pengamen unik itu.
Saya
kira ini bukanlah suatu celotehan biasa dari seorang pengamen, tetapi mempunyai
kandungan makna yang sangat dalam. Pembaca yang mungkin lebih dapat
mengembangkan dan menggali lebih jauh dari makna sederhana empat penyakit itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar