Jum’at pagi (30/03/2012), saya mendapat
telepon dari seorang saudara seniman reog dari Jember tetapi asli Ponorogo.
Meskipun dia bekerja dan bertempat tinggal jauh dari kota Reog tetapi
eksistensinya di Ponorogo terkait “pereogan” tidak dapat diragukan lagi. Dia
mengundang saya untuk menghadiri sarasehan kesenian reog yang dilaksanakan di
desa Jabung, kecamatan Jetis, Ponorogo. Sarasehan itu akan mengundang seluruh
grup reog yang ada di Ponorogo dan seluruh instansi yang terkait, seperti
Pemda, DPRD Ponorogo, Dinas pariwisata dan olah raga serta yang lainnya.
Kemungkinan juga akan hadir salah seorang anggota DPRD propinsi Jawa Timur
komisi E yang membidangi kebudayaan.
Selain mengharap kehadiran saya, dia juga
meminta sedikit masukan untuk acara tersebut. Sebelumnya dia menceritakan
proses sampai dihelatnya sarasehan yang akan melibatkan ratusan seniman reog
Ponorogo itu. Saya tahu dan paham tentang rencana acara sarasehan itu, karena
jauh hari sebelum acara itu direncanakan Kawan saya itu sering berdiskusi dengan
saya perihal keprihatinan dan kejengkelan seniman reog yang semakin
terpinggirkan. Mungkin salah satu hasil sarasehan itu adalah usul atau konsep
saya, yaitu tentang “pentas reog sepanjang tahun”.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada seluruh
seniman reog Ponorogo juga Kang Kawan saya, apabila saya tidak dapat hadir dalam
sarasehan itu (01/04/2012) bersama mereka karena masih ada liputan di Kediri.
Namun demikian beberapa konsep dan celoteh saya sejak tahun 1999 yang saya
titipkan kepada kawan saya itu mungkin bisa mewakilinya. Sekali lagi mohon
maaf.
Meskipun saya tidak hadir di Jabung,
tetapi hati dan pikiran saya seperti berada di sana ketika kawan saya
menceritakan via telepon dan SMS kondisi saat sarasehan. Mungkin perasaan
seniman reog waktu sarasehan sama dengan perasaan saya sesame seniman reog.
Rasa haru, puas atas beberapa hal yang mungkin tidak diperoleh selama ini.
Apresiasi ketua DPRD Ponorogo dan beberapa anggotanya, salah seorang komisi E
DPRD propinsi Jawa Timur, serta seluruh seniman reog membuat sarasehan itu
semakin meriah dan berkesan.
Saya pribadi sangat appreciate dengan
diadakanya sarasehan akbar itu, sehingga komunikasi, silaturahmi bahkan
perbedaan pendapat yang sudah lama mereka (seniman) pendam mungkin bisa mencair
hari itu. Memang dugaan awal saya dulu seperti itu, dan akhirnya terbukti.
Sesepuh – sesepuh yang tidak aktif karena sesuatu hal, hadir dan antusias
mengikuti acara itu. Hipotesa saya sejak awal adalah bahwa seniman reog
ponorogo yang merasa terpinggirkan oleh Pemda Ponorogo itu menginginkan untuk
diperhatikan baik kesenian reog maupun senimannya, juga Yayasan Reyog Ponorogo
yang bertanggungjawab atas pembinaan dan perkembangan perlu ada perombakan.
Pada titik puncaknya, terbentuklah Forum
Seniman Reog Ponorogo (FSRP). Forum yang mewadahi seluruh seniman reog dan
menjadi forum komunikasi para seniman reog dalam melestarikan dan mengembangkan
kesenian reog Ponorogo.
Saya menyambut gembira dan lega atas
terbentuknya FSRP. Forum ini paling tidak menjadi tempat atau media komunikasi
para seniman reog. FSRP juga menjadi balancing control bagi Yayasan Reyog
Ponorogo yang selama ini “mandul”. Terkait Yayasan Reog ini masyarakat bahkan
para seniman sendiri tidak tahu apa saja kegiatan yang dilaksanakan, target dan
reportnya bagaimana, punya anggaran atau tidak dan sebagainya. Masyarakat hanya
tahu kalau setiap bulan purnama ada pentas reog di alun – alun dan setiap tahun
diselenggarakan Festival Reog Nasional.
Prediksi saya, dengan munculnya FSRP akan
menambah dinamisnya seniman reog pada umumnya dan kesenian reog akan lebih
berkembang, semarak serta penuh warna. Kreatifitas seniman reog di FSRP, yang
mayoritas berada di luar birokrasi, akan selalu muncul meskipun sangat
sederhana dan terkesan alamiah. Jauh dari polesan dari seniman yang berbasis
sekolah tari. Suasana keakraban, persaudaraan akan terasa sekali diantara grup
reog satu dengan lainnya.
Adanya FSRP ini, perlu adanya kewaspadaan
seniman reog itu sendiri terhadap intervensi atau pendomplengan atau KLAIM dari
partai politik. Meskipun Ketua DPRD sudah mengatakan bahwa kalau sudah
berkumpul bersama antara seniman berarti kita sebagai seniman reog tanpa ada
embel – embel partai. Namun demikian itu bukanlah suatu jaminan, karena masih
di awal perjalanan FSRP. Kita berharap saja semoga para politisi tidak
memanfaatkan FSRP dalam suasana politik praktis dan tetap menjaga independensi
seniman reog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar