PONOROGO. Siang tadi, bersama rintik – rintik
hujan penulis mengantar Bapak – Ibu ke Badegan. Sebuah ibukota kecamatan
Badegan di perbatasan antara kabupaten Ponorogo dengan kabupaten Pacitan dan Wonogiri
atau propinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Badengan mempunyai kenangan
tersendiri bagi penulis semasa kecil yaitu masih SD, kebetulan SD Menang
(sekolah penulis dulu) masuk dalam wilayah kecamatan Badegan sebelum masuk
wilayah kecamatan Jambon seperti sekarang.
Menurut legenda atau cerita ketoprak
dalam lakon “Warok Suromenggolo Suminten Edan”, desa Badegan berawal dari
pertarungan antara Warok Suromenggolo dan Warok Surogentho. Seorang Warok yang
menjadi panglima perang (senopati) di Ponorogo dan warok Surogentho adalah
seorang warok yang sama – sama menjadi senopati di ponorogo tetapi
berseberangan dengan Bupati. Ketika melawan Warok Suromenggolo, Warok
Surogentho lari hingga sampai pada suatu tempat di barat kota Ponorogo. Dalam
pelariannya, Warok Surogentho melihat banyak pohon kelapa yang masih muda dan
kemudian meminum kelapa muda (degan) karena saking hausnya. Setelah puas minum
degan, Warok Surogentho lari lagi karena terus dikejar oleh Warok Suromenggolo.
Akhirnya Warok Suromenggolo sampai pada daerah dimana musuhnya istirahat
sebentar dan minum degan. Dia melihat banyak kelapa muda yang tercecer,
kemudian minum degan itu karena juga merasa haus. Sebelum meninggalkan daerah
itu, Warok Suromenggolo menamai tempat itu dengan nama “BADEGAN”. Dan sampai
sekarang dipakailah nama itu menjadi nama desa dan kebetulan menjadi ibukota
kecamatan.
Mengapa sangat berkesan?? Pertama, dulu
keluargaku ketika ada yang sakit pasti di bawa ke dokter Gunawan Trisulo yang
berada di Badegan. Pada tahun 1980-an dokter hanya ada satu dalam 1 (satu)
kecamatan. Untung saja rumah penulis tidak terlalu jauh dengan Badegan, hanya
sekitar 5 (lima) kilometer saja. Kedua, di ibukota kecamatan inilah penulis
sangat sering mengikuti kompetisi, baik kompetisi kemampuan akademik (cerdas
cermat), olah raga, ketrampilan, melukis, menari dan lain sebagainya. Memang
pada waktu itu (sewaktu SD, tahun 1982 – 1988) sering diadakan kompetisi, dan
Alhamdulillah penulis sering lolos sampai tingkat kecamatan bahkan kabupaten.
Kompetisi kemampuan akademis-lah yang
sering diadakan waktu itu. Cerdas cermat semua bidang studi, bidang studi
khusus (matematika, bahasa Indonesia, Ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan
agama, ilmu pengetahuan social, Pedoman penghayatan pengamalan Pancasila – P4)
diadakan hamper sepanjang tahun dan setiap tahun dapat dipastikan ada.
Alhamdulillah dari beberapa kali kompetisi dapat meraih prestasi gemilang
sehingga dapat maju ke babak berikutnya ditingkat kawedanan dan kabupaten.
Penulis mengikuti semua kompetisi itu sejak kelas 3 Sekolah Dasar dan langsung
mendapat prestasi sehingga menjadi langganan utusan sekolah dalam berbagai
kompetisi. Anehnya, yang menjadi peserta dan pemenang dalam kompetisi itu
menjadi kawan penulis ketika masuk ke sekolah menengah pertama yaitu di SMPN 1
Ponorogo, sekolah favorit dan terbaik di Ponorogo waktu itu.
Badegan… seiring dengan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan selama kurang lebih
23 tahun sudah sangat jauh perkembangannya. Sekarang sudah banyak
pertokoan yang menghiasi pinggir jalan sepanjang Srandil (desa asal penulis)
hingga Badegan. Rumah – rumah, sekolah, pasar, kantor – kantor yang dulu
kelihatan kumuh dan tak beraturan sekarang sudah bercat cerah dan tertata
dengan apik, pemandangan indah dan rapi terpampang di mata. Akses jalan sudah
lebar dan beraspal hotmik, dan tentunya dulu banyak yang bersepeda pancal
sekarang sudah bersliweran sepeda motor baru – baru dan bermerek.
Menyusuri pelan di atas motor Vega,
penulis meluncur dari desa Srandil ke desa Bandaralim. Dulu terasa jauh jarak
antara kedua desa tersebut karena hamparan sawah, sekarang sudah terasa dekat
karena banyak didirikan rumah dan gudang. Demikian pula desa selanjutnya, desa
Kapuran dan Badegan. Penulis merasa asing dan lama sekali tidak ke Badegan,
yang dulunya banyak menyimpan kenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar