KEDIRI. Sepanjang kira kanan jalan ini terasa
kosong dan hampa, tidak ada pepohonan yang tumbuh. Hanya semak belukar, tanaman
perdu atau rumput gajah yang ditanam tidak beraturan. Pemandangan hijau di
pinggir jalan hanya berasal dari tanaman – tanaman itu selain tanaman yang
ditanam di sawah. Menjadi pemandangan yang lain apabila musim kemarau tiba.
Pemandangan hijau tadi sirna menjadi gundukan tanah kering dan tampak tandus.
Panas sengatan sinar matahari dapat langsung dirasakan oleh kulit manusia.
Penulis dan mungkin banyak orang lain
yang punya perasaan, keluhan yang sama pada musim kemarau, betapa panasnya
udara ketika melintasi sebuah jalan. Jalan tanpa peneduh berupa pohon – pohon,
jalan tanpa penyegar berupa daun – daun yang memproduksi oksigen, jalan tanpa
penyejuk mata berupa keindahan bunga dan daun tanaman dan seterusnya. Meskipun
sudah ada upaya untuk penanaman tanaman di pinggir jalan seperti akasia, asam,
sono, tanjung, terasa masih kurang. Masih banyak jalan yang belum terhijaukan,
dan masih banyak jalan yang harus ditanami untuk membantu menyerap CO2
(carbondioksida). Memang sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dalam menghijaukan sekitar jalan raya, tetapi karena perawatannya kurang maka
banyak tanaman yang mati.
Terlepas dari masih kurangnya upaya
yang dilakukan pemerintah dalam menghijaukan kiri kanan jalan raya, penulis
mempunyai pemikiran bagaimana cara pemanfaatan lahan dipinggir jalan agar
mempunyai nilai keindahan, nilai fungsi dan nilai ekonomis tanpa
mengesampingkan keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan. Tanaman yang ditanam
disepanjang kiri kanan jalan, ditanami tanaman yang produktif seperti tanaman
buah dan dibawahnya bias juga ditanami semacam rumput – rumputan.
Penulis pernah melintas disebuah
jalan tengah di kecamatan Pesantren Kota Kediri, yang mana di pinggir jalan
tampak tanaman blinjo (mlinjo) yang sedang berbuah. Warna merah kulit blinjo
terlihat jelas sekali ketika kita melintasi jalan itu. Ada lagi jalan desa di
kecamatan Prajekan kabupaten Bondowoso. Di sepanjang jalan tampak pohon mangga
tumbuh subur dan rapi karena ranting – ranting yang menganggu jalan dipotong
rapi sehingga pengguna jalan tidak merasa terganggu. Dan masih banyak lagi ruas
– ruas jalan yang ditanami tanaman produktif.
Melihat
seperti itu, penulis berpikir apakah bias dan boleh pinggir jalan ditanami
tanaman produktif seperti tanaman buah? Kalau tanaman kayu jelas boleh karena
banyak tanaman kayu ditanam disepanjang jalan. Mahoni, asam, trembesi, sono dan
lain sebagainya sering kita jumpai, tetapi tanaman buah sangat jarang. Bertolak
dari pemikiran iseng tersebut, kiranya masyarakat yang tinggal di pinggir jalan
akan dapat menikmati hasilnya, atau ada semacam profit sharing (bagi hasil)
antara masyarakat dan pemerintah daerah, tentunya aka nada pendapatan dari
hasil panen buah yang ditanam. Amat sangat saying, tanah kosong yang subur
hanya dibiarkan tidak dimanfaatkan agar lebih produktif.
Selain
mempunyai nilai ekonomis, kiranya jalan akan tampak indah karena sudah musim
buah akan sangat menarik pandangan bagi yang melintas di jalan tersebut.
Promosi produk local yang tidak perlu biaya besar sudah langsung pada sasaran
(konsumen), syukur – syukur sebagai penjualnya masyarakat setempat tentu sudah
memotong rantai pasar yang biasanya panjang dan berbelit.
Pemikiran
sederhana penulis sebagai pengguna jalan yang sering melintas jalan – jalan di
berbagai pelosok Jawa Timur semoga dapat diterapkan, minimal berbgai ide bagi
pemerhati lingkungan. Daripada jalan – jalan panas, kan lebih nyaman dan asri
apabila ditanami tanaman yang produktif bukan??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar