Selasa, 17 Januari 2012

Pusat Kajian Seni dan Budaya Reyog Ponorogo

PONOROGO. Mendengar di Ponorogo akan dibentuk Pusat Kajian Seni dan Budaya Reyog Ponorogo dari sebuah SMS (short massanger send) kawan pegiat, koreografer, pelatih tari Reyog Ponorogo Sabtu, 14 januari 2012 minggu kemarin. Awalnya Dia mengabarkan hal tersebut kepada penulis, yang gagasan pendiriannya dari SMAN 1 Ponorogo dan sekarang sudah disetujui oleh DPRD Ponorogo. Dia menyanyakan bagaimana tanggapan penulis dengan adanya Pusat kajian tersebut? kira – kira apa yang menjadi misi, orientasi dan prospek ke depan? Dan apa sikap kita? Beberapa pertanyaan itulah yang kita bicarakan melalui SMS, dan tentunya pembicaraan itu tidak memuaskan. Oleh karena itu perlu ada pertemuan dan diskusi langsung dengan kawan penulis yang intens dalam seni Reog tersebut.
          Sebelum penulis dapat diskusi langsung dengan kawan tersebut, penulis menulis status di Facebook untuk meminta pendapat dari pembaca atau kawan – kawan di jejaring social tersebut. Ternyata sepi tanggapan atau komentar  dari kawan – kawan, mungkin kurang menarik atau acuh tak acuh dengan hal seperti itu. Komentar hanya berasal dari seorang saja. Dia berpendapat bahwa keberadaan pusat kajian itu tidak perlu karena kesenian reog itu sudah ada dan berurat berakar dalam masyarakat Ponorogo. Dana yang digunakan untuk lembaga baru itu sebaiknya digunakan untuk pentas reog setiap hari. Kawan yang mengomentari status pada facebook itu juga melihat ada politisasi dalam pendirian Pusat kajian yang berbasis seni tradisional asli Ponorogo itu.
Alhamdulillah siang tadi (Selasa, 17 januari 2012) penulis bertemu dengan kawan yang menginformasikan tentang rencana pusat kajian tersebut dan berdiskusi panjang lebar di warung dekat SDN diperbatasan antara kabupaten Ponorogo dan Trenggalek. Setelah mendengarkan informasi yang lengkap, penulis berpendapat dan memberikan saran kepada kawan lama penulis itu, karena nantinya (mungkin) dia yang akan “ketiban sampur” berkecimpung dalam pusat kajian itu. Beberapa hal mengenai pendirian lembaga baru selain Yayasan Reog Ponorogo, yang mengkaji tentang seni dan budaya reog, penulis berpendapat bahwa pertama, melihat dari nama “Pusat kajian seni dan budaya kesenian reyog” mengandung makna yang sangat luas dan komplek. Suatu kesatuan yang inheren antara masyarakat Ponorogo dan kesenian reog, tidak dapat dipisah – pisahkan. Berbicara mengenai seni dan budaya reog tentunya tidak hanya terfokus pada gerak tari, gamelan, pakaian reog, festival reog, pentas reog saja tetapi lebih komplek lagi. Aspek sosiologi, antropologi, religi, ekonomi, politik Ponorogo juga masuk dalam kerangka kajian. Oleh karena itu, dalam pusat kajian itu nantinya harus mempunyai output dan outcome yang mencakup atas semua aspek kehidupan masyarakat Ponorogo.
Kedua, kenapa harus ada lembaga baru lagi, padahal sudah ada yayasan reog Ponorogo yang menurut sepengetahuan penulis, yayasan tersebut mewadahi dan berperan mengembangkan kesenian reog. Penulis berpendapat pusat kajian itu memang diperlukan guna lebih meningkatkan pengembangan kesenian reog pada tataran yang komplek. Hanya saja tidak perlu membuat lembaga baru lagi, tetapi lebih efisien apabila pusat kajian seni dan budaya reog dimasukkan dalam struktur (bagian) dalam Yayasan Reog Ponorogo. Kalaupun dalam struktur yayasan sudah ada bagian kajian, kenapa harus bentuk lembaga baru?? Sangat tidak efisien dan sangat perlu untuk dikaji ulang keberadaan Pusat kajian tersebut.
Teringat ketika tahun 1999 menjelang Festival Reog Nasional V. Penulis bersama salah satu kawan dari Paguyuban Seni Reog Mahasiswa (PSRM) Sardulo Anoraga Universitas Jember, diundang pemerintah daerah untuk berkumpul membahas Paguyuban Seni Reog Nasional. Waktu itu kebetulan penulis mewakili Paguyuban Seni Reog Universitas Jember yang ditunjuk sebagai seksi (badan) Penelitian dan Pengembangan. Kami berkumpul di kantor bagian Humas Pemda Ponorogo, namun yang hadir hanya beberapa orang (paguyuban) saja. Dalam pertemuan itu kami menyelesaikan dan menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PSRN, dan menurut informasi dari kepala bagian Humas bahwa pelantikan PSRN dilaksanakan dalam waktu tidak lama lagi. Setelah ditunggu sampai beberapa bulan, tahun dan sampai sekarang yang namanya PSRN itu tidak ada wujudnya. Pertanyaannya, untuk apa membentuk PSRN itu?? Menurut isu yang kami terima, pembentukan PSRN itu hanyalah sebagai kendaraan oknum saja untuk kenaikan pangkat atau jabatan serta perolehan dana dari pemerintah pusat.
Belajar dari pengalaman tersebut, kiranya dapatlah dijadikan pelajaran dalam membentuk lembaga semacam itu. Apakah benar – benar sebagai representasi kepentingan kesenian reog atau kepentingan orang tertentu saja? Efisien dan efektifkah lembaga baru yang akan dibentuk itu demi peningkatan pengembangan kesenian reog? Bukankah nantinya hanya ada saling klaim dan lembaga itu dijadikan sebagai kendaraan untuk oknum tertentu? Siapa nantinya yang akan bertanggung jawab apabila ada kegagalan dalam mengemban pengembangan kesenian reog?  
Ketiga, cukup janggal apabila kemunculan idea atau konsep pusat kajian seni dan budaya kesenian reog dimunculkan dan diusulkan melalui SMAN 1 Ponorogo ke DPRD Ponorogo. Ada motif apakah ini? Bukankah sekolah menengah hanya berkutat pada proses belajar mengajar saja dan tidak harus memberikan usulan seperti itu. Penulis sepakat saja dan sangat appreciate kalau ada salah satu atau beberapa pengajar dari SMAN 1 Ponorogo mempunyai ide itu, tetapi menurut penulis alangkah tidak bijaksana apabila pengusulan ide tersebut melalui lembaga sekolah. Penulis beranggapan bahwa usulan pendirian pusat pengkajian itu lebih cocok diusulkan oleh perguruan tinggi, Lembaga Swadaya masyarakat, yayasan atau lembaga lain yang non sekolah menengah. Adakah scenario kepentingan dibalik ini?? Sah – sah saja masyarakat menilai demikian, bukan??
Keempat, pendirian pusat kajian ini terkesan sekali syarat dengan kepentingan oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan kesenian reog. Orang – orang yang mempunyai kepentingan ini mengincar beberapa hal seperti jabatan, politik dan yang pasti adalah uang. Sebenarnya orang awam pun tanpa pengamatan yang jeli tentu sudah bias menebak bahwa pendirian pusat kajian adalah hanya sebagai alat untuk memperoleh jabatan dan uang. Kesenian reog sudah kenyang akan politisasi, dan sampai sekarang pun masih terkungkung oleh birokrasi dan politik. Mereka hanya mengejar kepentingan mereka sendiri dan memoles kesenian reog seakan menjadi lebih baik dan berkembang, padahal itu hanya kendaraan.
Kiranya empat pendapat itu yang dapat penulis katakana mengenai pusat kajian seni dan budaya reog Ponorogo, dan tentunya peringatan kepada para perampok dan pecundang kesenian reog untuk tidak bermain – main lagi atas nama kesenian reog demi kepentingan “udele” sendiri. Karena pusat kajian itu sudah terbentuk dan disetujui oleh Sang Wakil Rakyat Ponorogo, maka lebih bijaknya kita tunggu kiprahnya bukan??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar