PONOROGO. Mendengar di Ponorogo akan dibentuk
Pusat Kajian Seni dan Budaya Reyog Ponorogo dari sebuah SMS (short massanger
send) kawan pegiat, koreografer, pelatih tari Reyog Ponorogo Sabtu, 14 januari
2012 minggu kemarin. Awalnya Dia mengabarkan hal tersebut kepada penulis, yang
gagasan pendiriannya dari SMAN 1 Ponorogo dan sekarang sudah disetujui oleh
DPRD Ponorogo. Dia menyanyakan bagaimana tanggapan penulis dengan adanya Pusat
kajian tersebut? kira – kira apa yang menjadi misi, orientasi dan prospek ke
depan? Dan apa sikap kita? Beberapa pertanyaan itulah yang kita bicarakan
melalui SMS, dan tentunya pembicaraan itu tidak memuaskan. Oleh karena itu
perlu ada pertemuan dan diskusi langsung dengan kawan penulis yang intens dalam
seni Reog tersebut.
Sebelum
penulis dapat diskusi langsung dengan kawan tersebut, penulis menulis status di
Facebook untuk meminta pendapat dari pembaca atau kawan – kawan di jejaring
social tersebut. Ternyata sepi tanggapan atau komentar dari kawan – kawan, mungkin kurang menarik
atau acuh tak acuh dengan hal seperti itu. Komentar hanya berasal dari seorang
saja. Dia berpendapat bahwa keberadaan pusat kajian itu tidak perlu karena
kesenian reog itu sudah ada dan berurat berakar dalam masyarakat Ponorogo. Dana
yang digunakan untuk lembaga baru itu sebaiknya digunakan untuk pentas reog
setiap hari. Kawan yang mengomentari status pada facebook itu juga melihat ada
politisasi dalam pendirian Pusat kajian yang berbasis seni tradisional asli
Ponorogo itu.
Alhamdulillah siang tadi (Selasa, 17
januari 2012) penulis bertemu dengan kawan yang menginformasikan tentang
rencana pusat kajian tersebut dan berdiskusi panjang lebar di warung dekat SDN
diperbatasan antara kabupaten Ponorogo dan Trenggalek. Setelah mendengarkan
informasi yang lengkap, penulis berpendapat dan memberikan saran kepada kawan
lama penulis itu, karena nantinya (mungkin) dia yang akan “ketiban sampur”
berkecimpung dalam pusat kajian itu. Beberapa hal mengenai pendirian lembaga
baru selain Yayasan Reog Ponorogo, yang mengkaji tentang seni dan budaya reog,
penulis berpendapat bahwa pertama, melihat dari nama “Pusat
kajian seni dan budaya kesenian reyog” mengandung makna yang sangat luas dan
komplek. Suatu kesatuan yang inheren antara masyarakat Ponorogo dan kesenian
reog, tidak dapat dipisah – pisahkan. Berbicara mengenai seni dan budaya reog
tentunya tidak hanya terfokus pada gerak tari, gamelan, pakaian reog, festival
reog, pentas reog saja tetapi lebih komplek lagi. Aspek sosiologi, antropologi,
religi, ekonomi, politik Ponorogo juga masuk dalam kerangka kajian. Oleh karena
itu, dalam pusat kajian itu nantinya harus mempunyai output dan outcome yang
mencakup atas semua aspek kehidupan masyarakat Ponorogo.
Kedua, kenapa harus ada lembaga baru lagi,
padahal sudah ada yayasan reog Ponorogo yang menurut sepengetahuan penulis,
yayasan tersebut mewadahi dan berperan mengembangkan kesenian reog. Penulis
berpendapat pusat kajian itu memang diperlukan guna lebih meningkatkan
pengembangan kesenian reog pada tataran yang komplek. Hanya saja tidak perlu
membuat lembaga baru lagi, tetapi lebih efisien apabila pusat kajian seni dan
budaya reog dimasukkan dalam struktur (bagian) dalam Yayasan Reog Ponorogo.
Kalaupun dalam struktur yayasan sudah ada bagian kajian, kenapa harus bentuk
lembaga baru?? Sangat tidak efisien dan sangat perlu untuk dikaji ulang
keberadaan Pusat kajian tersebut.
Teringat ketika tahun 1999 menjelang
Festival Reog Nasional V. Penulis bersama salah satu kawan dari Paguyuban Seni
Reog Mahasiswa (PSRM) Sardulo Anoraga Universitas Jember, diundang pemerintah
daerah untuk berkumpul membahas Paguyuban Seni Reog Nasional. Waktu itu
kebetulan penulis mewakili Paguyuban Seni Reog Universitas Jember yang ditunjuk
sebagai seksi (badan) Penelitian dan Pengembangan. Kami berkumpul di kantor
bagian Humas Pemda Ponorogo, namun yang hadir hanya beberapa orang (paguyuban)
saja. Dalam pertemuan itu kami menyelesaikan dan menyempurnakan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga PSRN, dan menurut informasi dari kepala bagian Humas
bahwa pelantikan PSRN dilaksanakan dalam waktu tidak lama lagi. Setelah
ditunggu sampai beberapa bulan, tahun dan sampai sekarang yang namanya PSRN itu
tidak ada wujudnya. Pertanyaannya, untuk apa membentuk PSRN itu?? Menurut isu
yang kami terima, pembentukan PSRN itu hanyalah sebagai kendaraan oknum saja
untuk kenaikan pangkat atau jabatan serta perolehan dana dari pemerintah pusat.
Belajar dari pengalaman tersebut,
kiranya dapatlah dijadikan pelajaran dalam membentuk lembaga semacam itu.
Apakah benar – benar sebagai representasi kepentingan kesenian reog atau
kepentingan orang tertentu saja? Efisien dan efektifkah lembaga baru yang akan
dibentuk itu demi peningkatan pengembangan kesenian reog? Bukankah nantinya
hanya ada saling klaim dan lembaga itu dijadikan sebagai kendaraan untuk oknum
tertentu? Siapa nantinya yang akan bertanggung jawab apabila ada kegagalan
dalam mengemban pengembangan kesenian reog?
Ketiga, cukup janggal apabila kemunculan
idea atau konsep pusat kajian seni dan budaya kesenian reog dimunculkan dan
diusulkan melalui SMAN 1 Ponorogo ke DPRD Ponorogo. Ada motif apakah ini?
Bukankah sekolah menengah hanya berkutat pada proses belajar mengajar saja dan
tidak harus memberikan usulan seperti itu. Penulis sepakat saja dan sangat
appreciate kalau ada salah satu atau beberapa pengajar dari SMAN 1 Ponorogo
mempunyai ide itu, tetapi menurut penulis alangkah tidak bijaksana apabila
pengusulan ide tersebut melalui lembaga sekolah. Penulis beranggapan bahwa
usulan pendirian pusat pengkajian itu lebih cocok diusulkan oleh perguruan
tinggi, Lembaga Swadaya masyarakat, yayasan atau lembaga lain yang non sekolah
menengah. Adakah scenario kepentingan dibalik ini?? Sah – sah saja masyarakat
menilai demikian, bukan??
Keempat, pendirian pusat kajian ini terkesan
sekali syarat dengan kepentingan oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan
kesenian reog. Orang – orang yang mempunyai kepentingan ini mengincar beberapa
hal seperti jabatan, politik dan yang pasti adalah uang. Sebenarnya orang awam
pun tanpa pengamatan yang jeli tentu sudah bias menebak bahwa pendirian pusat
kajian adalah hanya sebagai alat untuk memperoleh jabatan dan uang. Kesenian
reog sudah kenyang akan politisasi, dan sampai sekarang pun masih terkungkung
oleh birokrasi dan politik. Mereka hanya mengejar kepentingan mereka sendiri
dan memoles kesenian reog seakan menjadi lebih baik dan berkembang, padahal itu
hanya kendaraan.
Kiranya empat pendapat itu yang dapat
penulis katakana mengenai pusat kajian seni dan budaya reog Ponorogo, dan
tentunya peringatan kepada para perampok dan pecundang kesenian reog untuk
tidak bermain – main lagi atas nama kesenian reog demi kepentingan “udele”
sendiri. Karena pusat kajian itu sudah terbentuk dan disetujui oleh Sang Wakil
Rakyat Ponorogo, maka lebih bijaknya kita tunggu kiprahnya bukan??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar