Seperti kita ketahui bersama, begitu
banyak kelembagaan yang berkaitan dengan petani. Kita mengenal Kelompok Tani
(poktan), Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Asosiasi Petani Tebu Rakyat
(APTR), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Asosiasi Petani Hortikultura,
Koperasi Unit Desa (KUD) dan masih banyak lagi kelembagaan petani yang berada
di masyarakat. Masing – masing kelembagaan petani itu setiap desa di seluruh
pelosok tanah air dapat dipastikan ada. Padahal petani dalam suatu desa tetap
sementara kelembagaan petani begitu banyak, sehingga seorang petani kemungkinan
juga menjadi beberapa lembaga. Misalnya, Pak A adalah anggota kelompok tani,
selain itu juga menjadi anggota KTNA, P3A, APTR dan APTI (asosiasi petani
tembakau Indonesia). Nah, demikian kondisi yang masyarakat petani kita dan
biasanya kelembagaan – kelembagaan itu sering dijadikan kendaraan politik oknum
tertentu.
Dalam
rangka Ketahanan Pangan Nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani
perlu dilakukan pengembangan dan pembinaan
pemberdayaan kelembagaan petani agar dapat meningkatkan kemandirian,
produktivitas usahatani, produksi pertanian, dan kesejahteraan masyarakat
secara dinamis; yang diwujudkan melalui pengelolaan air irigasi dan lahan, yang
berkelanjutan. Kelembagaan petani ini diharapkan berkembang menjadi kelembagaan
petani yang mandiri dengan multi-fungsi sehingga mampu mendinamisasi ekonomi
pedesaan, meningkatkan kesempatan berusaha, kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan
nilai tambah, serta kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Pemerintah
dalam kerangka reformasi pengelolaan sumberdaya lahan dan air secara terpadu,
telah mengeluarkan berbagai perangkat hukum seperti: Undang-Undang Nomor 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 ditindak lanjuti dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Undang-Undang
Nomor 32 ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam
kerangka pengelolaan sumberdaya lahan dan air irigasi secara terpadu ini
pemerintah juga telah membentuk Unit Kerja Eselon I Direktoral Jenderal
Pengeloaan Lahan dan Air di Departemen Pertanian yang menangani pengelolaan
sumber daya lahan dan air irigasi secara terintegrasi, guna keberlanjutan
pembangunan pertanian dan pedesaan.
Ketersediaan
sumber daya air dan sumber daya lahan semakin terbatas sedangkan permintaan
semakin meningkat, kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai konflik dalam
pemanfa’atan sumber daya lahan dan air masa depan. Pengendalian konflik ini
memerlukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaanya, untuk
mampu mengendalikan konflik dan mengelola sumberdaya air berkelanjutan
berkeadilan.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas diperlukan dukungan sumber daya manusia berkualitas
melalui pemberdayaan petani dan kelembagaan petani. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani
diarahkan pada penerapan keterpaduan sistem irigasi dan agribisnis, peningkatan
peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya, dengan menumbuh
kembangkan kerja sama antar petani dan pihak lainnya yang terkait untuk
mengembangkan pengelolaan sumberdaya lahan dan air melalui pemberdayaan petani
dan kelembagaannya. Selain itu pembinaan kelembagaan petani diharapkan dapat
membantu menggali potensi, mengatasi konflik pemanfa’atan sumber daya air,
memecahkan masalah usahatani anggotanya secara lebih efektif, dan memudahkan
dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya
lainnya.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan kelembagaan
petani tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33/PRT/M/2007 tentang Pedoman Pemberdayaan
P3A/GP3A/IP3A dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007
tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Keberadaan kelembagaan
P3A/GP3A/IP3A dan Kelompoktani POKTAN/GAPOKTAN di lapangan cukup menyulitkan
dalam pembinaannya, karena pada dasarnya kedua lembaga tersebut mempunyai tugas
dan fungsi yang serupa dan bersifat multi fungsi. Karakteristik dari kedua
kelembagaan ini agak berbeda karena latar belakang dan filosofi awal dari
dibentuknya kelembagaan ini memang berbeda, namun dalam perkembangan
selanjutnya fungsinya menjadi serupa, disamping anggotanya umumnya sama.
Untuk itu diperlukan kebijakan pembinaan dan pengembangan
pemberdayaan kelembagaan petani pada lahan pertanian beririgasi guna
mensinergikan dan menyatukan berbagai kelembagaan petani tersebut. Kebijakan
ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan bagi
petani, dan agar kelembagaan petani dapat berpartisipasi aktif dalam program
pembangunan pedesaan.
Guna mencapai sasaran yang diinginkan tersebut maka untuk
tahap awal uji coba sinkronisasi berbagai kelembagaan petani terutama
Kelompok Tani dan Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Pengembangan
dan Pembinaan pemberdayaan kelembagaan petani dimaksudkan sebagai upaya
peningkatan profesionalitas sumberdaya manusia pertanian, dengan tujuan untuk
mampu berpartisipasi aktif melaksanakan program pembangunan pertanian dan
pedesaan serta mengelola sumberdaya lahan, sumberdaya air dan layanan irigasi
yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan
pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk
pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani dengan tetap menjaga
kelestarian sumberdaya lahan dan air secara berkelanjutan.
Kelembagaan
petani berfungsi sebagai penyedia layanan berbagai kebutuhan petani dalam
mengembangkan system usahatani dan agribisinis secara dinamis dan layanan
pengelolaan sumber daya air, prasarana irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Kelembagaan
petani ini berorientasi ekonomi dan sosial untuk kemandirian melalui
pengembangan system usahatani dan agribisinis, serta secara bersama menjaga
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Di Propinsi Jawa
Timur, uji coba penggabungan kelompok tani dan P3A dilaksanakan di desa Panduman
kecamatan Jelbuk kabupaten Jember. Penggabungan itu difasilitasi oleh Bappeda,
Dinas Pertanian, Dinas PU Pengairan dan Konsultan Water Resources and
Irrigation Sector Management Project (WISMP) sejak bulan Agustus 2009 lalu. Lembaga
baru yang dibentuk bernama Lembaga Ekonomi Pertanian Lahan Beririgasi (LEPLI). Selama
2,5 tahun berlangsung, masyarakat dapat merasakan efektifitas lembaga baru itu
dan dapat membuat semua lembaga petani menjadi satu atap atau satu pintu secara
terpadu. Evaluasi terhadap efektifitas lembaga dan dampaknya bagi petani sudah
dilaksanakan, tinggal menunggu hasil akhir dari Departemen Pertanian. Semoga kebijakan
yang menyangkut kelembagaan petani lebih tepat dan efisien guna meningkatkan
kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional serta mengurangi atau
menghilangkan permainan – permainan politik (politisasi) yang mengatasnamakan
PETANI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar