Sabtu, 03 Maret 2012

Integrasi Kelembagaan Petani


Seperti kita ketahui bersama, begitu banyak kelembagaan yang berkaitan dengan petani. Kita mengenal Kelompok Tani (poktan), Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Asosiasi Petani Hortikultura, Koperasi Unit Desa (KUD) dan masih banyak lagi kelembagaan petani yang berada di masyarakat. Masing – masing kelembagaan petani itu setiap desa di seluruh pelosok tanah air dapat dipastikan ada. Padahal petani dalam suatu desa tetap sementara kelembagaan petani begitu banyak, sehingga seorang petani kemungkinan juga menjadi beberapa lembaga. Misalnya, Pak A adalah anggota kelompok tani, selain itu juga menjadi anggota KTNA, P3A, APTR dan APTI (asosiasi petani tembakau Indonesia). Nah, demikian kondisi yang masyarakat petani kita dan biasanya kelembagaan – kelembagaan itu sering dijadikan kendaraan politik oknum tertentu.

Dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani perlu dilakukan pengembangan dan pembinaan  pemberdayaan kelembagaan petani agar dapat meningkatkan kemandirian, produktivitas usahatani, produksi pertanian, dan kesejahteraan masyarakat secara dinamis; yang diwujudkan melalui pengelolaan air irigasi dan lahan, yang berkelanjutan. Kelembagaan petani ini diharapkan berkembang menjadi kelembagaan petani yang mandiri dengan multi-fungsi sehingga mampu mendinamisasi ekonomi pedesaan, meningkatkan kesempatan berusaha, kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan nilai tambah, serta kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Pemerintah dalam kerangka reformasi pengelolaan sumberdaya lahan dan air secara terpadu, telah mengeluarkan berbagai perangkat hukum seperti: Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Undang-Undang Nomor 32 ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam kerangka pengelolaan sumberdaya lahan dan air irigasi secara terpadu ini pemerintah juga telah membentuk Unit Kerja Eselon I Direktoral Jenderal Pengeloaan Lahan dan Air di Departemen Pertanian yang menangani pengelolaan sumber daya lahan dan air irigasi secara terintegrasi, guna keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan.

Ketersediaan sumber daya air dan sumber daya lahan semakin terbatas sedangkan permintaan semakin meningkat, kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai konflik dalam pemanfa’atan sumber daya lahan dan air masa depan. Pengendalian konflik ini memerlukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaanya, untuk mampu mengendalikan konflik dan mengelola sumberdaya air berkelanjutan berkeadilan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan dukungan sumber daya manusia berkualitas melalui pemberdayaan petani dan kelembagaan petani.  Pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani diarahkan pada penerapan keterpaduan sistem irigasi dan agribisnis, peningkatan peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan lainnya, dengan menumbuh kembangkan kerja sama antar petani dan pihak lainnya yang terkait untuk mengembangkan pengelolaan sumberdaya lahan dan air melalui pemberdayaan petani dan kelembagaannya. Selain itu pembinaan kelembagaan petani diharapkan dapat membantu menggali potensi, mengatasi konflik pemanfa’atan sumber daya air, memecahkan masalah usahatani anggotanya secara lebih efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi, pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya.

Dalam rangka pembinaan dan pengembangan kelembagaan petani tersebut telah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor  33/PRT/M/2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Keberadaan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A dan Kelompoktani POKTAN/GAPOKTAN di lapangan cukup menyulitkan dalam pembinaannya, karena pada dasarnya kedua lembaga tersebut mempunyai tugas dan fungsi yang serupa dan bersifat multi fungsi. Karakteristik dari kedua kelembagaan ini agak berbeda karena latar belakang dan filosofi awal dari dibentuknya kelembagaan ini memang berbeda, namun dalam perkembangan selanjutnya fungsinya menjadi serupa, disamping anggotanya umumnya sama.
Untuk itu diperlukan kebijakan pembinaan dan pengembangan pemberdayaan kelembagaan petani pada lahan pertanian beririgasi guna mensinergikan dan menyatukan berbagai kelembagaan petani tersebut. Kebijakan ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan bagi petani, dan agar kelembagaan petani dapat berpartisipasi aktif dalam program pembangunan pedesaan.

Guna mencapai sasaran yang diinginkan tersebut maka untuk tahap awal uji coba sinkronisasi berbagai kelembagaan petani terutama Kelompok Tani dan Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Pengembangan dan Pembinaan pemberdayaan kelembagaan petani dimaksudkan sebagai upaya peningkatan profesionalitas sumberdaya manusia pertanian, dengan tujuan untuk mampu berpartisipasi aktif melaksanakan program pembangunan pertanian dan pedesaan serta mengelola sumberdaya lahan, sumberdaya air dan layanan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya lahan dan air secara berkelanjutan.
Kelembagaan petani berfungsi sebagai penyedia layanan berbagai kebutuhan petani dalam mengembangkan system usahatani dan agribisinis secara dinamis dan layanan pengelolaan sumber daya air, prasarana irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Kelembagaan petani ini berorientasi ekonomi dan sosial untuk kemandirian melalui pengembangan system usahatani dan agribisinis, serta secara bersama menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Di Propinsi Jawa Timur, uji coba penggabungan kelompok tani dan P3A dilaksanakan di desa Panduman kecamatan Jelbuk kabupaten Jember. Penggabungan itu difasilitasi oleh Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas PU Pengairan dan Konsultan Water Resources and Irrigation Sector Management Project (WISMP) sejak bulan Agustus 2009 lalu. Lembaga baru yang dibentuk bernama Lembaga Ekonomi Pertanian Lahan Beririgasi (LEPLI). Selama 2,5 tahun berlangsung, masyarakat dapat merasakan efektifitas lembaga baru itu dan dapat membuat semua lembaga petani menjadi satu atap atau satu pintu secara terpadu. Evaluasi terhadap efektifitas lembaga dan dampaknya bagi petani sudah dilaksanakan, tinggal menunggu hasil akhir dari Departemen Pertanian. Semoga kebijakan yang menyangkut kelembagaan petani lebih tepat dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional serta mengurangi atau menghilangkan permainan – permainan politik (politisasi) yang mengatasnamakan PETANI.

Hidup Petani…. Hidup Marhaen..!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar