Delapan belas tahun silam, tahun
1994, kota kecil di pojon barat laut Jawa Timur, kota Ponorogo, ada
sebuah terobosan penting dalam bidang pengembangan Kesenian aslinya -
REOG. terobosan yang cukup spektakuler, kala itu, karena Pemerintah
Daerah Kabupaten Ponorogo mampu dan berani mengangkat kesenian Reog
dalam ajang Festival dari tingkat lokal menjadi tingkat Nasional. "
Festival Reog Nasional ke ... Dalam Rangka Grebeg Suro Tahun.... dan
Hari Jadi Kota Ponorogo ke... " itulah kira - kira bunyi banyak sepanduk
yang terpampang di berbagai sudut kabupaten Ponorogo. Festival Reog
Nasional pertama kali dilaksanakan (1994), diprakarsai oleh Pemda Kab.
Ponorogo, yang waktu itu Bupati di jabat oleh Dr. H. Markum
Singodimedjo, MM. Festival tersebut diadakan dengan maksud antara lain,
untuk mengembangkan kesenian reog agar lebih kreatif dan inovatif,
mengangkat kesenian reog menjadi salah satu tujuan utama wisata Ponorogo
dan yang terpenting adalah mengokohkan kesenian Reog menjadi IKON kota
Ponorogo. Sehingga tidak ayal apabila kata REOG menjadi slogan
pembangunan kab. Ponorogo, yang berarti Resik, Endah, Omber, Girang -
gumirang. Festival Reog Nasional tersebut semakin semarak dan menjadi
pusat perhatian karena sudah menjadi agenda tahunan Pemerintah Daerah
Ponorogo.
Seperti biasa dan sudah menjadi tradisi masyarakat
ponorogo, bahwa Festival Reog dilaksanakn di Aloon - aloon Porogo,
sehingga diharapkan seluruh masyarakat dari berbagi penjuru dapat
menyaksikan pertunjukkan akbar tersebut. Sebenarnya Festival Reog ini
sudah lama dihelat diPonorogo, hanya saja masih bertaraf lokal. Jadi
tiap kecamatan mengirim delegasi satu group untuk tampil sebagai
perwakilan dalam Festival Reog. Baru tahun 1994, Festival Reog
dilaksanakn dengan lingkup lebih luas yaitu Festival Reog Nasional. Pada
Festival Reog Nasional I, peserta yang ikut selain dari Ponorogo juga
ada yang dari kota lain, seperti Jakarta, Wonogiri, Surabaya,
Balikpapan. Dan ini terus berkembang dari tahun ke tahun, bahkan pernah
dalam suatu FRN ada delegasi dari negara Suriname.
Dari
perjalanan FRN I sampai Festival Reog Nasional tahun 2011, banyak hal
yang dipetik, utamanya dalam pertunjukan Kesenian Reog Nasional dilihat
dari estetika seni, dan semakin banyaknya ragam gerak yang dapat
dikembangkan. Ragam gerak yang kreatif dan inovatif. Para kreator seni,
terus mengeksplor ragam gerak dari berbagai macam ragam gerak tari di
nusantara atau bangsa lain. Hasil dari kreasi seni ini sangat membantu
dalam pengembangan kesenian Reog sehingga menjadi suatu pertunjukan yang
Spektakuler dan menjadi tujuan wisata setiap tahunnya.
Pertunjukan Kesenian Reog di Ajang Festival dan Obyogan
Dalam
pertunjukan di Ajang Festival, pertunjukan Reog kelihatan rapi, rampak
dan meriah. Pemain begitu semangat memperagakan tari yang telah
digarapnya, mulai tari warok, tari jathilan, tari bujang ganong, tari
kelana sewandana dan tari dhadhak merak. Ragam gerak tari sangat
variatif dan kreatif, sehingga banyak penonton yang terkesima. Gerak
tari dari masing - masing penari nampak rampak dan rapi, hampir - hampir
para pemain menjaga dan berusaha agar gerak tari yang diperagakan tidak
salah. Komposisi gamelan Reog yang khas, Pelog Slendro, juga sangat
variatif. Mulai dari awal sampai akhir pertunjukan banyak atraksi dan
variasi gamelan yang diperagakan oleh para "penggamel", yang terkadang
dilupakan oleh suatu pertunjukan.
Komponen utama dalam pertunjukan adalah pemain (peraga tari) dan penonton. Dalam
pertunjukan di panggung Festival, pemain dengan asyik menari dan
memperagakan tarian yang diramu oleh pelatihnya (koreografer), di sisi
lain penonton dalam posisi duduk manis di depan panggung sambil
memperhatikan jalannya pertunjukan dari awal sampai akhir. Apabila
kita lihat sepintas, pertunjukan itu sangat meriah dan mengesankan,
tetapi perlu kita catat bahwa keterpaduan (interaksi) antara pemain dan
penonton seakan tidak ada, yang ada hanya pemain dengan asyiknya menari
dan penonton dengan asyiknya melihat tanpa ada "jual beli" komunikasi
rasa.
Berbeda dengan pertunjukan kesenian reog di
kampung - kampung, pentas hajatan dsb, yang biasa disebut "Reog
Obyogan". Pertunjukan kesenian reog obyogan terkesan "semrawut", kacau,
kumal, tariannya lepas dan bebas, mana penonton dan pemain terkadang
sulit dibedakan. Hal ini disebabkan karena yang bisa menjadi pemain
bukan hanya group yang pentas saja, melainkan penontonpun diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pertunjukan tersebut. Dalam
suasana yang terkesan semrawut itu, sebenarnya terjadi interaksi rasa
yang optimal antara pemain dan penonton, sehingga kesan dalam rasa
pemain dan penonton setelah pertunjukan terasa lega dan puas.
Dari
paparan di atas dapatlah kiranya digaris bawahi bahwa suatu pertunjukan
yang sukses dan memuaskan semua pihak, baik penonton maupun pemain
adalah, adanya interaksi aktif antara pemain dan penonton, pola gerak
tidak terikat dalam suatu tatanan yang terlihat apik dan rampak, tidak
dalam suasana formal. (Brudin)
Agar
lebih jelas dan mendalam, sebaiknya pembaca melihat dan terlibat dalam
kesenian Reog, sehingga perasaan yang paling dalam untuk menikmati
"Wiraga", "Wirama", Wirasa" dengan puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar