Gemuruh suara gamelan Reog mengiringi tarian Dhadhak merak ( Merak
Tarung )terus bertalu. Suara gendang yang menyentak, Gong ( Kempul )
terus menderu, lengkingan terompet seakan tidak mengenal hari semakin
petang, sang penari-pun juga seakan tidak mengenal lelah. Penari barong
terus mengipaskan bulu - bulu merak dengan berbagai gaya (gaya merebah,
kayang, lompat dsb) sambil sesekali menunjukkan gemulai tubuhnya di
depan para penari Jathil yang terkadang menggoda Dhadhak merak. Tak
ketinggalan penari Bujang Ganong yang lincang terus beratraksi lompat,
salto diantara penari. Suasana itu semakin semarak, ketika semua
penonton merangsek mendekat ke arena pertunjukan. Suasana yang terasa
familiar antara penari dan penonton, seakan ada komunikasi yang saling
dukung satu sama lain. Penari dengan enjoy menarikan peran masing -
masing dan penonton dengan spontan menyemangati para penari. Semarak
pertunjukan tersebut tidak terlepas dari para Penggamel dan Pendukung
Acara tahunan tersebut.
Gambaran suasana
semarak di atas memang sebuah acara yang sengaja diadakan oleh sebuah
Paguyuban di desa Pontang, kecamatan Ambulu, kabupaten Jember. Desa
kecil dengan mayoritas masyarakatnya petani. Acara tersebut merupakan
acara tahunan yang dihelat di desa Pontang dengan biaya yang ditanggung
paguyuban sendiri dan diadakan dengan tujuan untuk mengadakan
silaturahmi diantara seluruh paguyuban seni reog di wilayah Jember dan
sekitarnya. Sebuah Pesta Rakyat "kecil - kecilan" (menurut masyarakat
setempat) digelar dengan sederhana namun makna dari acara tersebut yang
patut untuk diilhami, diapresiasi dan "ditiru". Tujuan utama diadakan
pesta rakyat adalah ajang "Silaturahmi" antar paguyuban reog khususnya
dan seniman umumnya.
Pagelaran Pesta Rakyat ini dimulai dengan acara
pokoknya, pagelaran Reog dengan format festival dan dilanjutkan obyogan
yang pada kesempatan itu biasanya mengundang beberapa seniman reog dari
Ponorogo. Acara inti dimulai pukul 10.00 dan berakhir ketika matahari
terbenam. Malam harinya, pesta rakyat diisi dengan acara wayang kulit
dan campur sari.
Pertunjukan yang sederhana namun mengesankan
itu, menunjukkan kepada kita geliat masyarakat desa yang sangat
mencintai seni tradisinya dan masih menjunjung tinggi rasa persaudaraan
diantara sesama seniman khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Masyarakat Pontang, khususnya Paguyuban Seni Reog Singo Muncul masih
memegang teguh petuah dari sesepuh mereka "Mbah Panut (Alm)" yang
menekankan pentingnya rasa persaudaraan, rasa solidaritas, kemandirian,
rasa handarbeni dengan seni tradisi. Mbah Panut dalam mendirikan
paguyuban seni reog tersebut mempunyai falsafah yang menjadi dasar
paguyuban bahwa dalam suatu paguyuban yang terpenting adalah
berkumpulnya orang - orang (interaksi aktif masyarakat) yang saling
toleransi, menghargai dan membantu satu sama lain.
Pesta rakyat
yang benar - benar beangkat dari dan muncul dari masyarakat bawah tanpa
adanya intervensi atau bantuan pihak lain termasuk pemerintah. Perayaan
yang pantas dikatakan meriah dan berkesan bagi penonton, tamu dan siapa
saja yang hadir dalam acara itu dari awal hingga akhir. Perayaan yang
memilih bulan Muharam ( Suro ) untuk pelaksanaannya karena bulan
tersebut sangat identik dengan suasana mistis masyarakat Jawa pada
umumnya. Paguyuban Seni Reog Singo Muncul, salah satu paguyuban reog di
kota yang cukup jauh dari pusat kesenian reog (Ponorogo) yang masih
eksis mengadakan pertunjukan kesenian reog sebagai perwujudan kecintaan
dan kebanggan terhadap rasa persaudaraan, seni budaya asli nusantara
(Ponorogo).
dapat dibaca juga di www.reogdancer.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar